KOMPAS.com - Memberikan harga pada barang atau jasa yang ditawarkan adalah hal yang cukup menyulitkan. Pasalnya, tidak mudah menemukan harga yang membuat kita tetap untung dan diterima oleh pembeli.
Kisah sulitnya memberi harga baru-baru ini kita lihat dalam viralnya harga makanan di sebuah warung lesehan seafood di Tegal.
Kabar ini bermula setelah seorang pembeli mengeluh di media sosial jarena harus membayar Rp 700.000 setelah membeli makanan untuk porsi dua orang.
Harga tersebut kemudian mendapat banyak komentar, terutama cibiran, dari warganet.
Cerita ini membuktikan bahwa memberi harga pada barang yang ditawarkan bukan perkara mudah.
Dalam pemberian harga, tentu pedagang ingin mendapatkan keuntungan yang maksimal. Tapi, di lain sisi, harga juga harus dapat dijangkau oleh target pasar yang dituju.
Saking sulitnya menentukan harga ini, ilmu sekaligus seni memberikan harga menjadi bagian penting yang harus dipelajari. Pentingnya ilmu memberikan harga baru disadari ketika deregulasi industri penerbangan di AS pada 1970-an.
Saat itu, maskapai mulai menyadari bahwa permintaan penerbangan selalu berubah hampir setiap hari. Untuk itu, mereka mulai berpikir bagaimana dapat menghasilkan banyak keuntungan dengan memvariasikan harga sesuai permintaan.
Maskapai-maskapai AS pada saat itu kemudian mempekerjakan ahli statistik untuk mendapatkan rumus yang tepat. Tapi, tentu saja, untuk perdagangan yang lebih sederhana kita tidak memerlukan rumus yang rumit itu.
Melansir dari Ecwid, ada 4 hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan harga.
1. Mengadopsi Harga Berbasis Demografis
Kebanyakan penentuan harga gagal dan membuat dagangan tidak laku karena tidak memperhitungkan demografi, nilai produk, atau nilai merek.
Untuk mengatasi hal ini, adopsi strategi penetapan harga berbasis demografis, yaitu penetapan harga produk disesuaikan dengan target pengguna atau pembeli.
Dalam hal ini, Anda memerlukan data demografis target pasar yang disasar. Misalnya saja, berapa pendapatan rata-rata target pembeli, jenis kelamin, lokasi, hingga pendidikannya.
Anda dapat mengukur faktor-faktor demografis itu dan memperhitungkan pengaruhnya terhadap penjualan. Dengan ini, Anda dapat menggunakan formula khusus untuk menghitung harga.
2. Mengadopsi Harga Dinamis
Pada tahun 1969, Frank Bass, seorang profesor di Sekolah Pascasarjana Universitas Purdue, mengembangkan model untuk mengukur adopsi produk baru. Model ini, yang disebut Model Difusi Bass, memberikan persamaan sederhana tentang bagaimana orang menggunakan produk di pasar.
Model ini pada dasarnya membagi konsumen menjadi dua kelompok, yaitu inovator dan peniru.
Inovator adalah pengguna awal yang mencoba produk baru dan memberi tahu orang lain tentang hal itu. Sedangkan peniru adalah orang-orang yang mulai menggunakan produk baru setelah mendapatkan daya tarik, seringkali setelah rekomendasi dari inovator.
Dengan mengikuti pemodelan Bass, Anda bisa memberi produk yang dijual dengan harga rendah-sedang untuk menarik inovator. Ketika para peniru mulai terbiasa dengan produk yang dijual, Anda bisa menaikkan harganya.
Tapi jika tidak ingin menaikkan harga secara cuma-cuma, Anda bisa meningkatkan pendapatan dengan melakukan teknik cross selling (menawarkan produk lain) dan up selling (menambahkan manfaat tambahan seperti garansi).
Model ini juga menyarankan Anda untuk mengurangi harga ketika terlihat peningkatan retensi pelanggan.
Dengan kata lain, harga tidak pernah benar-benar statis dalam model pemberian harga ini.
3. Menghilangkan Harga yang Kaku
Metode ini disebut dengan Elastisitas Harga dari Permintaan (PED). Caranya adalah mengukurperubahan permintaan yuntuk menentukan perubahan harga.
Untuk bisa menggunakan metode ini, kita harus memastikan apakah produk yang dijual elastis. Produk disebut tidak elastis ketika tidak ada perubahan permintaan meskipun harga berubah.
Produk elastis ini pada dasarnya akan memberi kita pemahaman tentang bagaimana pelanggan bereaksi ketika harga berubah. Dalam hal ini, kita perlu mempertimbangkan kelangkaan produk, nilai produk, dan merek.
Ketiganya menentukan elastisitas dari produk yang dijual. Artinya, juga akan mempengaruhi harga produk.
4. Prinsip Psikologi Konsumen
Terakhir, Anda juga bisa memberikan harga melalui prinsip psikologi konsumen. Metode ini membuat Anda harus mengetahui bagaimana psikologis konsumen dalam merespons harga.
Ada tiga taktik dalam prinsip penentuan harga ini.
- Harga pesona
Taktik ini menggunakan nomor cantik dalam menentukan harga. Misalnya saja bukan harga 12.000 tapi 11.999.
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa produk dengan harga "cantik" ini membuat penjualan naik 2 kali lipat. Hal ini karena pelanggan cenderung melihat angka terakhir pada harga.
- Naikan harga sedikit demi sedikit
Dibanding langsung menaikkan harga sekaligus, lebih baik Anda menaikkan harga sedikit demi sedikit. Ini membuat pelanggan cenderung tidak berkeberatan pada kenaikan harga.
Selain itu, menaikkan harga sedikit demi sedikit tidak mengundang banyak perhatian yang mungkin justru buruk bagi usaha Anda.
Dalam psikologi eksperimental, ide ini disebut Just-Noticeable Difference. Ini sering digunakan untuk peningkatan produk, tetapi juga dapat digunakan untuk penetapan harga.
- Membagi harga pada unit yang lebih kecil
Cara terbaik untuk meningkatkan penjualan adalah membagi harga dalam satuan yang lebih kecil. Contohnya, dibanding langsung memberi harga besar pada suatu barang, ada baiknya untuk memberikan mode cicilan.
Jika Anda bergerak di bidang jasa, Anda bisa membaginya pada berbagai jenis jasa yang lebih kecil.
Strategi ini juga sering digunakan pada produk berlangganan yang memberikan diskon paket tahunan tetapi membingkai harganya pada penagihan bulanan.
https://sains.kompas.com/read/2019/06/01/141400623/warung-tegal-mahal-begini-sains-memberi-harga-demi-untung-besar-tanpa-keluhan