KOMPAS.com – Saat ini, tingkat sanitasi di fasilitas umum, khususnya lingkungan sekolah, masih memiliki banyak persoalan. Ketersediaan air bersih serta kebersihan toilet sekolah merupakan hal yang paling banyak dikeluhkan oleh siswa di berbagai sekolah.
Hal ini mengundang perhatian dari Jejaring Aliansi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL).
“Menurut Kemenkes, rasio untuk satu toilet itu baiknya dipakai untuk 25 siswa putri dan 40 siswa putra, karena siswa putri butuh waktu lebih lama untuk bersih-bersih,” ujar Laisa Wahanudin, Ketua Pelaksana Harian Jejaring AMPL, pada kampanye Manajemen Kebersihan Menstruasi di Jakarta, Selasa (28/5/2019).
Laisa juga menjelaskan bahwa kekurangan fasilitas sekolah ini dapat menimbulkan masalah jangka panjang, khususnya bagi siswi yang tengah mengalami menstruasi.
“Sekolah harusnya menyediakan fasilitas sanitasi yang higienis. Air yang bersih dan baik. Seringkali air tidak ada atau kurang, tidak ada kamar mandi atau WC khusus siswi, sehingga menimbulkan ketidaknyamanan siswi jika mengalami menstruasi ketika akan mengganti pembalutnya,” lanjut Laisa.
Laisa menekankan pentingnya isu sanitasi ini, yang seringkali luput dari perhatian para pemangku kebijakan di daerah, mengingat Indonesia telah menjadi high level middle income country, di mana isu sanitasi seharusnya tidak lagi menjadi permasalahan.
“Sanitasi adalah isu yang penting, karena ini menyangkut harga diri. Saat negara lain berlomba-lomba ke (luar) angkasa, kita masih punya masalah mendasar seperti ini,” ungkapnya.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pihak Jejaring AMPL bersama dengan sembilan Kementerian di bawah koordinasi Bappenas akan menggalangkan program peningkatan mutu sanitasi di sekolah-sekolah, terutama tingkat SD dan SMP.
Selain pembangunan infrastruktur, dilakukan juga beberapa program yang menunjang upaya pemeliharaan kesehatan di sekolah, seperti memberdayakan Unit Kesehatan Sekolah (UKS) sebagai pusat sanitasi, pemantauan gizi terhadap siswa, pemeriksaan kesehatan gigi dan kebersihan kuku berkala, peningkatan literasi kesehatan, peningkatan kebugaran, dan edukasi sebaya melalui program dokter kecil.
Selain itu, dicanangkan pula kurikulum untuk kebersihan dan kesehatan reproduksi secara khusus, yang meliputi bahasan seperti penanganan menstruasi, penggunaan pembalut, dan menjaga kesehatan alat reproduksi.
Terkait pendidikan kesehatan reproduksi di luar sekolah, pihak Kemenkes telah membentuk 10.000 puskesmas kesehatan remaja, yang tersebar di seluruh Indonesia. Selain itu, dibentuk pula program untuk mengampanyekan kesehatan reproduksi pada remaja.
“Karena sifat remaja yang suka berbicara dengan sebayanya, puskesmas saat ini mendidik konselor remaja sebagai perpanjangan tangan untuk mengedukasi sebayanya. Kita juga mendidik guru untuk edukasi kesehatan reproduksi di sekolah,” jelas dr. Wara Pertiwi Osing, Kasubdit Kesehatan Anak Usia Sekolah dan Remaja, Kementrian Kesehatan, yang turut menjadi pembicara.
Dengan berbagai program ini, diharapkan siswi maupun warga sekolah lainnya dapat memperoleh informasi mengenai sanitasi serta perawatan kebersihan dan kesehatan yang tepat dan benar.
https://sains.kompas.com/read/2019/05/28/203400223/negara-lain-sudah-ke-luar-angkasa-sanitasi-sekolah-kita-masih-kurang