Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Demi Energi Nuklir yang Aman, Ilmuwan Amati Material Eksotis Matahari

KOMPAS.com – Matahari merupakan sumber energi terbesar yang dimiliki tata surya kita, termasuk bagi Bumi. Bukan hanya dimanfaatkan sebagai pengisi daya panel surya, energi matahari juga dimanfaatkan tumbuhan untuk melakukan fotosintesis, yang kemudian mendorong serangkaian proses siklus energi lain yang berjalan setiap saat di Bumi.

Selain itu, matahari juga merupakan dapur atom, di mana setiap saatnya terjadi reaksi fusi nuklir yang dihasilkan oleh tabrakan atom-atom di dalam tubuh sang surya. Hal inilah yang menghasilkan energi dan kemudian dilepaskan ke seantero tata surya kita.

Reaksi fusi nuklir ini pula yang mendorong para ilmuwan untuk mengamati aktivitas matahari serta perilaku materi di sekitarnya.

Dengan menggunakan teloskop radio dan kamera ultraviolet yang terpasang pada properti NASA, peneliti mengamati material eksotis yang disebut plasma.

Plasma merupakan wujud keempat materi selain padat, cair, dan gas, yang selama ini belum banyak dipahami sifatnya.

Meski kita menjumpai sebagian besar materi dalam keseharian dalam bentuk padat, cair, atau gas; justru jumlah materi terbanyak di alam semesta adalah plasma. Sayangnya, plasma merupakan wujud material langka di Bumi.

Plasma dapat diumpamakan sebagai wujud yang dinamis, mirip cairan, namun tidak stabil dan memilki muatan listrik. Layaknya gas, plasma tidak memiliki bentuk atau volume tetap, namun dapat membentuk pancaran dan lapisan jika dipengaruhi medan elektromagnet.

Petir adalah fenomena plasma yang paling umum dijumpai di Bumi.

Namun, plasma yang dijumpai di permukaan Matahari memiliki sifat khusus, karena terjadi pada suhu ekstrim yang sangat tinggi.

Para ilmuwan mempelajari plasma matahari dengan tujuan untuk mengembangkan energi nuklir yang efisien dan aman untuk digunakan.

“Atmosfer matahari adalah lokasi dengan aktivitas ekstrim, dengan suhu plasma yang sanggup melebihi angka 1 juta derajat Celsius, ditambah dengan hamburan partikel yang bergerak hampir mendekati kecepatan cahaya," ungkap Dr. Eoin Carley, peneliti dari Dublin Institute of Advanced Studies, dilansir dari Science Daily, Jumat (24/5/2019).

"Partikel ini berpendar pada panjang gelombang radio, sehingga kita dapat memonitor bagaimana perilaku plasma dengan teloskop radio,” sambungnya.

Dalam studi terbaru, Carley mempelajari perilaku plasma di permukaan Matahari dapat dijadikan pembanding sifatnya di Bumi. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar untuk membangun reaktor nuklir yang sanggup menjalankan reaksi fusi dalam skala besar dengan aman dan efisien.

“Reaksi fusi nuklir menghasilkan energi melalui penggabungan atom plasma, berlawanan dengan reaksi fisi yang memecah atom," jelas Peter Gallagher, kolaborator proyek ini. 

"Fusi bersifat lebih aman dan stabil, serta tidak membutuhkan bahan bakar radioaktif. Fusi hanya menghasilkan sisa berupa helium yang inert (tidak reaktif),” tambahnya.

Para peneliti berharap, memahami kondisi plasma di Matahari dapat mengatasi permasalahan terkait isu kestabilan plasma pada reaktor nuklir.

“Masalah pada fusi nuklir adalah plasma dapat bersifat tidak stabil. Seketika saat plasma mulai menghasilkan energi, terjadi proses alamiah yang menghentikan reaksi tersebut. Proses ini dapat dianggap sebagai reaksi balik pengaman, tapi juga berarti bahwa plasma sulit mencapai kondisi stabil untuk dapat secara konsisten menghasilkan energi,” papar Gallagher.

“Dengan mempelajari ketidakstabilan plasma di Matahari, kita dapat menentukan bagaimana cara mengendalikan kestabilannya di Bumi,” tutupnya.

Laporan penelitian ini sendiri dipublikasikan dalam jurnal internasional Nature Communications.

https://sains.kompas.com/read/2019/05/26/173400023/demi-energi-nuklir-yang-aman-ilmuwan-amati-material-eksotis-matahari

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke