KOMPAS.com - Pernahkah Anda mendapatkan teguran karena tata bahasa yang salah ketika mengunggah sesuatu di sosial media? Di Indonesia, sebuah akun anonim muncul dengan misi untuk membuat para influencer Indonesia belajar bahasa Inggris lebih baik.
Sayangnya, cara yang digunakan oleh akun tersebut adalah mengkritik tata bahasa atau grammar para selebritas Indonesia di sosial media. Selebritas terbaru yang dikritik oleh akun tersebut adalah Dian Sastro.
Kritik semacam ini sering kali tidak dilontarkan oleh akun-akun khusus saja, tapi oleh teman atau kerabat. Bagi Anda yang mempunyai pengalaman serupa, mungkin hal itu membuat perasaan tidak nyaman atau tidak senang.
Bahkan, tak jarang kita menilai orang yang selalu mengkritik tata bahasa orang lain di sosial media sebagai orang yang menyebalkan.
Ternyata, hal tersebut bukan perasaan Anda saja. Para ilmuwan membuktikan bahwa orang yang senang mengkritik grammar orang lain punya kepribadian tak menyenangkan.
Dalam laporan penelitian yang dipublikasikan di jurnal PLOS One tahun 2016 itu, para peneliti mendapati sifat kepribadian seseorang bisa ditentukan dari cara mereka merespons kesalahan ketik atau tata bahasa seseorang.
"Ini adalah studi pertama yang menunjukkan bahwa ciri-ciri kepribadian pendengar atau pembaca memiliki efek pada interpretasi bahasa," ungkap Julie Boland, ketua penelitian ini dikutip dari Science Alert, Jumat (03/05/2019).
"Dalam percobaan ini, kami memeriksa penilaian sosial yang dilakukan pembaca tentang penulis," imbuhnya.
Para peneliti merekrut 83 peserta untuk eksperimen ini. Selanjutnya, peserta diminta membaca dan memberi tanggapan dari sebuah iklan melalui email.
Peneliti memberikan berbagai iklan, mulai dari yang mengandung kesalahan ketik, salah tata bahasa, dan yang ditulis secara sempurna.
Para peserta kemudian diminta untuk menilai bagaimana kecerdasan, keramahan, dan atribut lain dari penulis iklan yang mereka baca. Mereka juga ditanya apakah ada kesalahan tata bahasa atau ketik dalam iklan yang dibaca dan seberapa hal itu mengganggu.
Terakhir, peserta diminta menyelesaikan tes penilaian kepribadian dan menjawab berbagai hal pribadi seperti usia, latar belakang, dan sikap mereka terhadap bahasa.
Hasilnya, orang yang peka terhadap kesalahan ketik memiliki kepribadian lebih teliti tapi kurang terbuka. Sementara itu, orang yang semakin kesal dengan kesalahan tata bahasa biasanya punya kepribadian kurang menyenangkan.
"Mungkin karena orang yang kurang ramah akan kurang toleran terhadap penyimpangan dari konvensi kebahasaan," tulis para peneliti.
Meski begitu, para peneliti menyebut perlunya studi lanjutan untuk mengonfirmasi temuan-temuan ini. Namun, untuk saat ini, kita perlu melihat bahwa kesalahan ketik atau tata bahasa bisa saja terjadi pada semua orang.
https://sains.kompas.com/read/2019/05/03/231831123/bukan-hanya-opini-pengkritik-tata-bahasa-memang-berkepribadian-menyebalkan