KOMPAS.com - DEET yang merupakan singkatan dari N,N-Diethyl-meta-toluamide merupakan bahan aktif dari kebanyakan obat anti-nyamuk. Namun, meskipun ia telah ada sejak 1940-an, tidak banyak yang diketahui mengenai cara kerja DEET.
Kini, misteri itu mulai terungkap berkat para peneliti dari Princeton University yang rela mengorbankan tubuhnya sendiri untuk digigiti nyamuk.
Bersama dengan koleganya, mahasiswa PhD bidang neurosains di Rockefeller University Emily Dennis memublikasikan hasil temuan mereka dalam jurnal Current Biology.
Rupanya, nyamuk Aedes aegypti yang merupakan vektor penyakit demam berdarah dan Zika tidak merasakan DEET dengan mulut, melainkan kaki mereka.
Leslie Vosshall, pakar neurobiologi di Rockefeller University dan penulis senior studi berkata bahwa DEET telah diketahui bekerja dengan setidaknya dua cara, yaitu bau dan rasa.
Namun, untuk mengetahui secara pastinya, para peneliti harus menggunakan jenis nyamuk yang sudah dimodifikasi untuk tidak dapat mencium bau DEET bernama Orco. Nyamuk ini diciptakan oleh laboratorium Vosshall untuk penelitian sebelumnya.
Seperti diduga, nyamuk Orco yang tidak dapat mencium DEET langsung mendekat ke kulit yang sudah dilapisi DEET. Namun begitu mendarat, mereka langsung terbang lagi. Observasi ini menunjukkan bahwa nyamuk bisa merasakan DEET begitu bersentuhan, entah dengan mulut atau kaki.
Nah, untuk menentukan yang mana, Dennis pun menggunakan sarung tangan yang telah diberi lubang kecil. Lubang itu hanya cukup untuk mulut atau salah satu kaki nyamuk, tetapi tidak keduanya.
Menurut dugaan Dennis, jika nyamuk memang merasakan DEET dengan mulutnya, nyamuk tidak akan mau untuk menggigitnya. Namun, nyatanya dia masih digigit nyamuk dan itu artinya, nyamuk merasakan DEET dengan kakinya.
Untuk menguji teori ini, Dennis pun melakukan eksperimen selanjutnya. Ia melapisi keenam kaki pada setiap nyamuk dengan sejenis lem yang akan mematikan indera perasa mereka.
Seperti diduga, nyamuk Orco yang kakinya dilapisi lem menggigiti tangan Dennis seakan-akan dia tidak menggunakan DEET. Namun, bila ada satu kaki saja yang tidak dilapisi lem, mereka tidak mau menggigit kulit yang dilindungi oleh DEET.
Temuan Dennis dan Vosshall mendapat pujian dari berbagai pakar.
Walter Leal yang merupakan pakar serangga di University of Califonia-Davis dan tidak terlibat dalam studi, misalnya, menyebut bahwa penelitian yang dilakukan Dennis dan Vosshall sangat elegan.
“Elegan karena ia hanya bergantung pada eksperimen perilaku sederhana,” katanya.
Dengan keberhasilan ini, para peneliti dari Rockefeller University pun berharap dapat membuka jalan untuk pengembangan atau penemuan alternatif DEET, misalnya obat anti-nyamuk yang tidak perlu dipakai berulang kali seperti DEET.
https://sains.kompas.com/read/2019/04/27/193600823/ada-di-kakinya-alasan-nyamuk-ogah-hinggap-di-kulit-berlosion-anda