Kawasan ini diyakini para ahli dapat menjadi wilayah penting dalam setiap konflik maritim dengan Amerika Serikat di masa depan.
Analisis militer terhadap data satelit GPS mengungkapkan dua kapal penelitian China memasuki Zona Ekonomi Eksklusif (EEZ) Papua Niugini di utara Pulau Manus.
Ini terjadi hanya beberapa minggu setelah Wakil Presiden AS Mike Pence mengumumkan pembangunan kembali pangkalan angkatan laut bersama Lombrum yang sudah semakin usang.
Kapal-kapal yang terlibat, termasuk Ke Xue dan Hai Ce 3301adalah bagian dari dua lusin "armada Penelitian Lautan Jauh" China yang telah melakukan survei maritim yang luas di sekitar Filipina, Palau, Guam, Laut Timur dan Laut Jepang selama dua tahun terakhir.
Para pejabat senior militer Australia dan Amerika mengakui bahwa survei oseanografi sepenuhnya sah, tetapi mereka juga meyakini kapal-kapal sipil China itu juga mengumpulkan data berharga untuk operasi pertahanan di masa depan.
"Informasi yang diperoleh untuk tujuan sumber daya memiliki penggunaan ganda untuk keperluan militer," kata seorang pejabat pertahanan Australia yang telah lama menjabat kepada ABC tanpa menyebut namanya.
"Menetapkan data dasar di sekitar dasar laut itu terbuat dari apa, seperti apa bentuk dasar lautnya, salinitas dan apa lapisan termal yang ada di dalam air berguna untuk penambangan tetapi juga membantu menentukan kondisi akustik untuk operasi kapal selam."
Secara resmi Departemen Pertahanan Australia tidak banyak berbicara tentang kegiatan oseanografi yang dilakukan China, kecuali untuk mencatat bahwa wilayahnya menampung volume lalu lintas laut yang tinggi, termasuk militer dan kapal negara lainnya, dari berbagai negara.
"Hukum internasional mengizinkan dilakukannya penelitian ilmiah kelautan di perairan internasional, dalam parameter tertentu, asalkan kegiatan tersebut tidak melanggar hak-hak negara lain atau secara tidak sah mengganggu penggunaan laut yang sah lainnya," kata juru bicara departemen itu.
China tegaskan misi ilmiah dan sah
Militer China telah menerima banyak perhatian dalam beberapa tahun terakhir untuk kegiatannya di Laut China Selatan dan di luar "Rantai Pulau Pertama", yang membentang dari Taiwan hingga Malaysia dan Vietnam.
Saat ini kapal-kapal sipil China semakin dikerahkan di luar "Rantai Pulau Kedua" yang sebagian besar berpihak kepada Amerika Serikat, dan menurut US Naval War College skala investasi Beijing dalam operasi-operasi ini sekarang jauh lebih besar dibandingkan dengan negara lain mana pun.
Sebuah laporan US Naval College dari November 2018 menyimpulkan kegiatan penelitian oseanografi di luar wilayah China menimbulkan sejumlah kekhawatiran bagi para pembuat kebijakan AS.
Menanggapi pertanyaan dari ABC, Kementerian Luar Negeri China menegaskan bahwa kegiatan pemetaan oseanografi yang berkembang pesat semuanya dilakukan dalam hukum internasional dan membantu pemahaman ilmiah global.
"Penelitian oseanografi dan ilmiah China di Pasifik Barat benar-benar sejalan dengan Konvensi PBB tentang Hukum Laut dan memberikan kontribusi pada studi ilmiah kelautan," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Lu Kang.
"Kami berharap setiap negara dapat menempatkan perspektif kegiatan penelitian ilmiah China dan menahan diri dari mengganggu kerja sama normal untuk penelitian dan studi kelautan antara China dan negara-negara lain," tambahnya.
Skala survei China sama dengan operasi USSR
Seorang pensiunan laksamana bintang dua yang pernah mengepalai Komando Perlindungan Perbatasan Australia yakin pemetaan lautan yang dilakukan China di dunia sekarang ini dalam skala yang sama dengan operasi maritim Soviet selama puncak Perang Dingin.
"Ini sangat mirip dengan pola perilaku Uni Soviet pada 1960-an, 70-an dan 80-an dan pengetahuan Soviet tentang lautan dunia benar-benar sangat besar," kata Laksamana Muda James Goldrick.
Mantan perwira angkatan laut itu, yang sekarang menjadi profesor tamu di Pusat Studi Strategi dan Pertahanan Universitas Nasional Australia, mengatakan sejauh mana survei maritim China di wilayah ini masih belum diketahui.
"Para pengumpul informasi intelijen angkatan laut China tidak akan menyalakan suar (satelit GPS), mereka tidak diwajibkan oleh hukum, dan tentu saja sangat mungkin beberapa kapal milik pemerintah tidak selalu memancarkan suar mereka untuk menunjukkan di mana mereka dan siapa mereka."
https://sains.kompas.com/read/2019/04/25/100300023/demi-pertahanan-militer-china-perluas-riset-ke-perairan-papua-niugini