Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Foto Pertama Lubang Hitam, Kisah di Balik Keberhasilan Mendapatkannya

Oleh Premana W Premadi*

KOMPAS.com - Adanya Lubang Hitam di alam semesta, seperti diteorikan oleh fisikawan Albert Einstein sekitar satu abad lalu, akhirnya terbukti.

Pada 10 April 2019, pukul 20.00 WIB (15.00 waktu Brussel), tim ilmuwan astronomi internasional yang tergabung dalam Event Horizon Telescope (EHT) menggelar konferensi pers serentak untuk menunjukkan kepada dunia sebuah temuan bersejarah dalam sains: mereka mendapatkan foto pertama Lubang Hitam (Black Hole) dan bayangannya.

Lebih dari 200 ilmuwan tergabung dalam tim ini, menggunakan delapan teleskop selama dua dekade terakhir, membuktikan Teori Relativitas Umum Einstein yang terkenal itu. Selain di Belgia, enam konferensi pers digelar secara simultan di Santiago Chile, Shanghai Cina, Tokyo Jepang, Taipei, dan Washington, D.C. untuk menyampaikan kebenaran sains tersebut.

Mereka membuktikan bahwa event horizon (cakrawala kejadian) Lubang Hitam memang ada dan profilnya seperti yang diprediksi oleh teori Einstein. “Kami telah melihat apa yang kami pikir dulu tidak dapat dilihat,” kata Sheperd Doeleman, Direktur Proyek EHT Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics dalam konferensi pers di Washington, D.C.

Objek eksotik

Lubang Hitam ini berada 55 juta tahun cahaya dari Bumi dan memiliki massa 6,5 miliar kali Matahari. Lubang Hitam adalah objek eksotik alam semesta yang mungkin paling terkenal tapi paling sedikit dipahami. Penjelasan klasik untuk Lubang Hitam adalah ia obyek dengan potensial gravitasi diri teramat besar sehingga seluruh massanya runtuh pada satu titik singularitas. Apa pun yang berada terlalu dekat dengannya, termasuk cahaya, tak akan lepas dari tarikan gravitasinya. Karena itu, Lubang Hitam itu hitam atau gelap, karena tak ada cahaya yang keluar atau terpantul darinya.

Tim Event Horizon Telescope (EHT) menemukan bayangan horizon Lubang Hitam maha raksasa bermassa sekitar enam miliar kali massa Matahari yang berada di pusat di galaksi M87. Profil citranya persis seperti yang diprediksi oleh Teori Relativitas Umum Einstein menjadi satu lagi pembenaran teori gravitasi Einstein tersebut dalam domain gravitasi yang amat kuat.

Lubang Hitam tak dapat dilihat langsung, tapi keberadaannya bisa diduga dari perilaku obyek-obyek dan fenomena fisis ekstrem di sekitarnya. Salah satunya adalah pasangan jet yang keluar dari pusat piringan akresi ke dua arah yang berlawanan. Demikian kuatnya dorongan jet hingga dapat melontarkan massa sampai jauh keluar galaksi induknya.

Pengamatan langsung Lubang Hitam didorong oleh hasil simulasi komputer yang menggambarkan kemungkinan perilaku cahaya yang melintas dekat event horizon (cakrawala kejadian), tapi tidak melewati event horizon itu (apa pun yang masuk event horizon tak dapat keluar lagi). Simulasi menunjukkan lintasan-lintasan cahaya membentuk cincin yang berputar di sekeliling event horizon yang gelap. Semakin besar massa Lubang Hitam-nya semakin besar radius event horizonnya. Berdasarkan petunjuk simulasi ini dirancang sebuah metode untuk mengamatinya.

Event Horizon Telescope merupakan suatu sistem pengamatan pada panjang gelombang submilimeter dengan memanfaatkan beberapa antena submilimeter yang ada di permukaan Bumi yang membentuk Very Long Base Line Interferometry. Jaringan teleskop-teleskop ini secara efektif memperluas area tangkapan foton-foton dari seputar event horizon dan dapat meresolusi bentangan fisis event horizon tersebut.

Dulu tak terpikirkan

Secara teori, keberadaan lubang hitam merupakan konsekuensi dari Teori Relativitas Umum Einstein. Namun pada era hidup Einstein, sulit memikirkan apa dan bagaimana singularitas gravitasi dapat secara fisis terjadi. Ilmuwan masih bergulat dengan teori evolusi bintang dan masih belum mengenal dunia ekstragalaksi dengan baik.

Pada dekade 1960-an pegiat Teori Relativitas Umum termotivasi lagi dengan ditemukannya jenis objek luar biasa yang kemudian dinamai quasar. Ini adalah kelas galaksi yang intinya amat energetik sehingga dapat mengemisikan cahaya dengan intensitas jauh lebih tinggi daripada yang dihasilkan oleh seluruh badan galaksi tersebut.

Dari analisis dinamika dan variabilitas emisi quasar, ilmuwan menyimpulkan bahwa hanya ada satu objek yang mampu menjadi dinamo sekuat itu: Lubang Hitam maha raksasa dengan massa minimal jutaan kali massa Matahari. Galaksi berinti aktif seperti itu memang istimewa dalam pembangkitan energinya, tapi survei galaksi tiga dekade terakhir menunjukkan bahwa mereka bukan objek langka. Temuan ini mengusulkan adanya Lubang Hitam raksasa di pusat hampir setiap galaksi besar.

Kita lalu ingin tahu apakah Milky Way atau Bima Sakti, Galaksi rumah kita, juga memiliki Lubang Hitam raksasa di pusatnya. Pada awal milenium 2000 diperoleh petunjuk yang meyakinkan akan adanya Lubang Hitam di pusat Galaksi kita dengan diamatinya sejumlah bintang di daerah pusat yang bergerak dalam lintasan-lintasan tertutup. Ini seperti gerak planet-planet mengitari Matahari, yang massanya amat dominan dalam Tata Surya kita.

Dengan memanfaatkan Hukum Kepler dapat diperkirakan posisi Lubang Hitam. Dan kini satu misteri sains itu telah terpecahkan.

*Associate Proffesor, Department of Astronomy, Institut Teknologi Bandung

Artikel ini pertama kali terbit di The Conversation

 

https://sains.kompas.com/read/2019/04/11/132813623/foto-pertama-lubang-hitam-kisah-di-balik-keberhasilan-mendapatkannya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke