KOMPAS.com - Tahun 2017 lalu, sebuah gempa bumi langka mengguncang Korea Selatan. Penelitian mengugkap bahwa indu tersebut dipicu oleh pembangkit listrik tenaga panas bumi eksperimental pertama negara tersebut.
Gempa berkekuatan M 5,4 itu menggetarkan kota pelabuhan tenggara Pohang pada November 2017. Ini menjadi tremor paling kuat kedua yang pernah ada di wilayah Selatan yang biasanya stabil secara gempa.
Lusinan orang terluka dan lebih dari 1.500 kehilangan tempat tinggal saat itu.
Sebuah studi yang dilakukan pemerintah selama setahun menunjukkan bahwa pembangkit listrik tenaga panas bumi adalah penyebabnya.
Pabrik itu bekerja dengan menyuntikkan air bertekanan tinggi ke bawah tanah untuk memanfaatkan panas dari kerak bumi. Sayangnya, itu justru menghasilkan aktivitas seismik berukuran mikro, kata Lee Kang-kun, yang memimpin penelitian.
"Dan seiring berjalannya waktu, ini memicu gempa di Pohang," tambahnya dilansir dari AFP, Rabu (20/03/2019).
"Kami menyimpulkan bahwa gempa bumi Pohang adalah 'gempa yang dipicu'. Itu bukan gempa bumi alami," ujar Lee.
Warga Pohang mengajukan gugatan terhadap pemerintah setelah gempa. Pemerintah Korea Selatan di Seoul menyatakan "penyesalan mendalam" tentang gempa ini.
Pabrik panas bumi itu - yang sementara ditangguhkan selama studi - akan "ditutup secara permanen", kata kementerian perdagangan, industri dan energi dalam sebuah pernyataan.
Pembangkit listrik tenaga panas bumi itu menelan biaya sekitar 80 miliar won atau setara dengan satu triliun rupiah dalam kurs saat ini untuk membangun dan menguji operasinya sejak 2016.
Tidak seperti Jepang yang bertetangga, semenanjung Korea jarang mengalami gempa yang signifikan. Meski begitu, aktivitas seismik dipantau secara ketat karena lonjakan dapat menjadi indikasi pertama bahwa Korea Utara telah melakukan uji coba nuklir.
Gempa paling kuat di negara itu sampai saat ini adalah gempa berkekuatan 5,8 yang melanda Gyeongju, juga di tenggara, pada September 2016.
https://sains.kompas.com/read/2019/03/20/183300023/pembangkit-listrik-panas-bumi-picu-gempa-langka-di-korea-selatan