Berbeda dengan demam berdarah dan malaria yang ditularkan oleh satu jenis nyamuk, penyakit kaki gajah dapat ditularkan semua jenis nyamuk.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi menyampaikan, penyakit ini disebabkan oleh parasit atau cacing yang dapat berasal dari kera atau kucing, kemudian ditularkan melalui gigitan semua jenis nyamuk ke manusia.
Selain dari kera atau kucing, seseorang yang tertular cacing filaria dapat menularkan ke orang lain melalui gigitan nyamuk ini.
"Seseorang dapat terkena penyakit kaki gajah jika digigit oleh nyamuk (Aedhes, Anopeles, Culex, atau nyamuk biasa) yang membawa larva cacing filarial," kata Nadia kepada Kompas.com, Rabu (20/3/2019).
Gejala
Suatu penyakit dapat diobati lebih dini apabila mengenali gejalanya. Gejala awal penyakit kaki gajah adalah demam berulang kurang lebih satu hingga dua kali tiap bulan, yaitu kondisi demam dapat sembuh tanpa diobati.
"Ini penyakitnya kronis ya. Gejala bahwa kita kemasukan cacing filaria itu hanya demam, kemudian pembesaran kelenjar getah bening. Kalau kita kasih antibiotik, itu (demam) turun sendiri. Itu awalnya seperti itu, tapi ini terus-terus berulang. Mungkin pembengkakan kelenjar getah beningnya juga berulang, tapi kemudian kempis sendiri," kata Nadia.
Nadia menjelaskan, di tubuh manusia, larva cacing filarial menjadi infektif dan tumbuh menjadi cacing dewasa.
"(Cacing dewasa) dapat menghasilkan jutaan anak cacing atau mikrofilaria. Cacing dewasa itu akan hidup di saluran dan kelenjar getah bening sehingga dapat menyebabkan penyumbatan hingga akhirnya menjadi cacat menetap," ujar dia.
Selain itu, muncul benjolan dan terasa nyeri pada lipat ketiak atau paha tanpa adanya luka, serta pembesaran yang hilang timbul pada kaki, tangan, atau payudara.
Nadia menambahkan, pembesaran atau pembengkakan tersebut disebabkan oleh anak cacing yang menyumbat kelenjar getah bening manusia atau limfatik. Pembengkakan ini dapat menjadi cacat menetap.
"Penyakit ini bisa menimbulkan kecacatan yang menetap. Penyakit ini penting untuk dieliminasi karena kecacatan yang ditimbulkannya dapat menyebabkan penderita tidak produktif sehingaa menyebabkan kerugian ekonomi yang cukup besar," ujar Nadia.
Bagaimana bisa dikatakan cacat menetap? Sebab, jika bagian tubuh tertentu telah membengkak, maka tidak dapat kembali normal meskipun penyakit filaria telah sembuh.
"Kalau penyakit filarianya sendiri itu bisa sembuh. Minum obat cacing lima tahun berturut-turut kita pastikan cacing dewasa mati, mikrofilarianya juga mati," ujar dia.
"Kalau kaki yang besar, kakinya itu karena sumbatan, kalau kita berikan obat cacing lima tahun berturut-turut itu bisa mengurangi sumbatan, tapi kalau sudah membesar kakinya bertahun-tahun itu kan enggak akan kembali sempurna," ucap Nadia.
Tahunan
Nadia memaparkan, penderita penyakit kaki gajah membutuhkan waktu beberapa tahun hingga akhirnya muncul pembengkakan di bagian tubuh tertentu.
"Sebenarnya obat untuk penyakit ini adalah obat cacing. Selama tidak diberikan obat cacing, maka cacing di dalam tubuh itu akan tumbuh terus dan akhirnya anak-anak cacingnya menyumbat saluran-saluran limfa," kata Nadia.
"Orang yang terkena kaki gajah itu adalah orang yang sudah bertahun-tahun menderita filaria, dia sudah terinfeksi filaria lima hingga enam tahun belakang, namun tidak sadar gejalanya. Prosesnya lebih dari satu hingga dua tahun dia terinfeksi," tuturnya.
Kalau menemukan orang dengan pembengkakan-pembengkakan ini, terang Nadia, berarti proses terinfeksi sudah 2-3 tahun yang lalu dan tidak mendapatkan pengobatan.
Daerah Endemis
Nadia menuturkan, dari 514 kabupaten/kota di Indonesia, sebanyak 236 kabupaten/kota di 28 provinsi merupakan daerah endesmis filariasis.
"Sebenarnya masih cukup banyak kabupaten/kota yang kita katakan endemis filaria. Ada 236 kabupaten/kota yang endemis filaria, tapi 105 sudah selesai memberi pencegahan massal, tapi kita masih punya 131 kabupaten/kota yang masih melaksanakan POPM (pemberian obat pencegahan massal) filaria," kata dia.
Sedangkan, hanya terdapat enam provinsi yang bukan daerah endemis filariasis, yaitu DKI Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Utara. Hingga tahun 2018, tercatat sebanyak 12.677 kasus klinis kronis tersebar di 34 provinsi.
Menurut Nadia, perkembangan jumlah kasus kronis penyakit kaki gajah telah jarang ditemui, dikarenakan adanya kegiatan POPM yang terlaksana dengan baik.
Terkait penanganan masalah filariasis ini, Kemenkes mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 94 Tahun 2014 tentang Penanggulangan Filariasis.
Kemenkes melakukan upaya untuk memutus mata rantai penularan filariasis. POPM diberikan satu kali dalam setahun dalam lima tahun berturut-turut, dengan jenis obat yang digunakan yaitu Diethylcarbamazine Citrate (DEC) dan Albendazole.
Selain itu, untuk mencegah dan membatasi kecacatan dapat juga mencuci bagian tubuh yang bengkak dengan air bersih dan sabun, diberikan salep antibiotik atau antijamur sesuai dengan indikasi.
Masyarakat diimbau untuk waspada terhadap penyakit kaki gajah. Dalam hal pencegahan, masyarakat juga dapat menggunakan kelambu ketika tidur, menutup ventilasi rumah dengan kawat kasa, penggunaan obat nyamuk untuk mengusir nyamuk, dan menggunakan alat pelindung diri (obat oles anti nyamuk).
"Masyarakat penting juga menjaga kebersihan lingkungan, menghilangkan tempat perindukan nyamuk, menimbun, mengeringkan, atau mengalirkan air yang tergenang, dan minum obat pencegahan filariasis secara teratur," ujar Nadia.
https://sains.kompas.com/read/2019/03/20/175355523/236-daerah-di-indonesia-endemis-penyakit-kaki-gajah-kenali-gejalanya