Bagi para ilmuwan NASA, fenomena ini dapat menimbulkan masalah bagi misi luar angkasa.
"Dalam perjalanan ke luar angkasa, ada peningkatan sekresi hormon stres seperti kortisol dan adrenalin yang diketahui menekan sistem kekebalan tubuh," kata penulis studi satish Mehta, seorang ilmuwan dari Johnson Space Center.
"Berkaitan dnegan itu, kami menemukan sel-sel kekebalan astronot, terutama yang baisanya menekan dan menghilangkan virus, menjadi kurang efektif ketika melakukan perjalanan luar angkasa dan terkadang hingga 60 hari setelahnya," imbuh Mehta seperti dilansir Science Alert, Senin (18/3/2019).
Dalam penelitian yang terbit bulan lalu di jurnal Frontiers in Microbiology, Mehta dan rekannya menemukan bahwa astronot lebih banyak mengeluarkan virus herpes dalam urin dan air liur, dibanding sebelum atau sesudah perjalanan luar angkasa.
Perubahan sistem kekebalan tubuh dan pembiakan virus herpes diduga kuat karena tekanan dalam perjalanan luar angkasa.
"Para astronot NASA hidup selama berminggu-minggu dan ada yang berbulan-bulan terpapar gayaberat mikro dan radiasi kosmik," ujarnya.
"Tantangan fisik ini diperparah oleh tekanan stres karena "pengurungan" dan siklus sirkadian yang berubah," ujar Mehta.
Dari 89 astronot yang dipelajari NASA, hanya enam astronot yang terserang herpes di luar angkasa atau sekitar tujuh persen.
Namun, virus herpes semakin memburuk saat astronot tinggal lebih lama di antariksa. Hal ini yang dikhawatirkan ahli dan menjadi tantangan baru dalam perjalanan ruang angkasa di masa depan.
"Meski hanya sebagian kecil yang mengembangkan gejala herpes, namun tingkat reaktivasi virus meningkat tergantung lama perjalanan para astronot. Hal ini dapat memicu risiko kesehatan pada misi Mars dan misi lain yang akan datang," pungkas Mehta.
https://sains.kompas.com/read/2019/03/18/200200523/nasa--perjalanan-antariksa-bikin-para-astronot-terserang-virus-herpes