KOMPAS.com - Masalah Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan BPJS juga turut disinggung dalam debat pilpres putaran ketiga.
Ketimpangan dalam JKN utamanya adalah tuntutan kualitas layanan yang tinggi dan pembiayaan yang rendah.
Untuk mengatasi masalah tersebut, Ma'ruf Amin mengatakan akan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang diklaim jumlah pesertanya mencapai 215 juta jiwa. Layanan kesehatan yang dimaksud seperti dokter yang siap melayani dan ketersediaan obat.
Namun Sandiaga mengatakan Negara tidak boleh pelit pada masyarakat agar tidak ada lagi pasien yang mengantri di rumah sakit untuk mendapat perawatan atau obat yang tidak tersedia.
"Di bawah Prabowo Sandi dalam 200 hari pertama, kita cari akar permasalahan. Hitung jumlahnya berapa kita berikan layanan kesehatan yang prima, obat obatan yang tersedia, tenaga medis harus di bayar tepat waktu. Jangan sampai layanan kesehatan turun karena tidak dibayar tepat waktu," kata Sandi.
Terkait hal ini, awal tahun lalu Kementerian Kesehatan telah menerbitkan Peraturan Menkes NOmor 51 tahun 2018 yang mengatur aturan main soal urun biaya dan selisih biaya JKN-KIS.
Aturan mengenai urun biaya menyebutkan, ada tambahan biaya bagi peserta untuk rawat jalan dan rawat inap.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, Permenkes tersebut merupakan salah satu cara menyelamatkan keuangan BPJS Kesehatan yang defisit.
BPJS perlu mendapat dukungan agar tetap bisa menjalankan manajemen tata kelola JKN-KIS untuk seluruh masyarakat.
"Kita lihat antara biaya pengobatan yang eini masih dari 1.900-an rumah sakit dengan jumlah uang yang masuk ke BPJS, masih ada defisit. Maka kita lakukan langkah-lamgkah untuk menyeimbangkan," ujar Sri Mulyani, Selasa (22/1/2019).
Sebelumnya muncul dilema, BPJS Kesehatan terus mengalami defisit sehingga harus menekan pengeluaran.
Namun, di sisi lain, pelayanan kesehatan tidak mungkin berhenti. Rumah sakit akan mogok jika dana klaim tidak dibayarkan yang berimbas pada pelayanan ke masyarakat.
Hingga Januari 2019, data Kompas.com mencatat ada sekitar 98 juta peserta termasuk dalam Penerima Bantuan Iuran (PBI). Oleh karena itu, kepesertaan non-PBI juga harus didongkrak.
"Di satu sisi di masyarakat akan tetap terjaga, masyarakat dapat jaminan kesehatan seperti yang diharapkan. Namun, biayanya bisa sustain," kata Sri Mulyani.
Pemerintah sebelumnya telah menyuntik dana bantuan tahap pertama sebesar Rp 4,9 triliun pada September 2018. Kemudian, pada akhir 2018 lalu, pemerintah kembali mencairkan dana Rp 5,2 triliun untuk BPJS Kesehatan.
Namun, ternyata jumlahnya masih tak cukup tutupi defisit karena nilai tunggakan yang terus meningkat. Di samping itu, pemerintah juga masih menunggu hasil audit BPKP mengenai keseluruhan tagihan ke BPJS Kesehatan.
https://sains.kompas.com/read/2019/03/17/215409323/bahas-jkn-dan-bpjs-maruf-amin-dan-sandi-sepakat-tingkatkan-kualitas