KOMPAS.com - Tidur merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang sering kali diabaikan. Bahkan, beberapa penelitian mencatat bahwa masalah tidur ini bisa mengancam kesehatan dan kualitas hidup manusia.
Tingginya angka masalah tidur di seluruh dunia ini membuat Organisasi Tidur Dunia (World Sleep Society) mencetuskan Hari Tidur Sedunia pada 2008.
Hari khusus ini bukan terletak pada tanggal, tapi setiap Jumat sebelum musim semi dimulai setiap tahunnya. Tahun 2019, Hari Tidur Sedunia jatuh pada hari ini, 15 Maret.
Membincang soal tidur, tentu akan berbicara tentang benda pendukung kenyamanan seperti kasur, sofa, hingga selimut. Tapi salah satu benda yang tidak bisa dihilangkan untuk tidur adalah bantal.
Meski tak beralas, kita sering kali mencari benda untuk menopang kepala dan leher sebagai bantalan. Ini menunjukkan pentingnya bantal untuk manusia.
Namun, tahukah Anda, bantal paling awal jauh berbeda dengan yang kita ketahui saat ini?
Bantal dari Batu
Bantal paling awal dimulai sekitar tahun 7000 sebelum masehi (SM) di Mesopotamia kuno, atau kini dikenal sebagai negara Irak.
Jangan bayangkan bantal pada masa itu empuk dan lembut seperti yang Anda gunakan sekarang. Dulu, bantal terbuat dari batu.
Apakah itu berarti bantal dulu jauh dari kata nyaman? Ya, dulu bantal memang bukan untuk mencari kenyamanan.
Sebaliknya, fungsi bantal batu adalah mencegah serangga merangkak ke dalam mulut, hidung, dan telinga.
Seperti kelas sosial lainnya, bantal juga menandakan status pemakainnya. Semakin tinggi bantal yang digunakan maka kian kaya pula orang tersebut.
Dengan kata lain, semakin kaya maka makin sulit serangga "menggerayangi" tubuh seseorang.
Konsep pencegahan serangga dalam penggunaan bantal juga dianut oleh warga Mesir Kuno. Tapi di samping itu, mereka juga meyakini bahwa kepala adalah kursi kehidupan spiritual yang harus dihargai.
Bantal pada masa itu dibuat dari berbagai bahan berbeda seperti marmer, gading, keramik, batu, dan kayu. Semakin bagus bahan yang digunakan menandakan semakin religius dan kaya seseorang.
Untuk menambah makna religius, bantal juga diukir dengan gambar para dewa. Tujuannya adalah untuk mengusir roh jahat.
Masa China Kuno juga memiliki gagasan serupa. Material bahan untuk bantal juga bermacam-macam benda keras seperti porselen, batu giok, perunggu, bambu, atau kayu.
Selain itu, mitologi China mempercayai bahan keras pada bantal membantu sirkulasi darah serta menjauhkan dari roh jahat. Mereka percaya bahwa setiap bahan pembuat bantal memiliki manfaat kesehatan berbeda.
Seperti masyarakat Mesir Kuno, warga China Kuno juga menghiasi bantal mereka dengan ukiran. Tapi ukiran yang digunakan adalah gambar manusia, hewan, dan tanaman.
Semakin rumit ukiran yang dibuat harganya akan makin mahal.
Bantal Empuk
Gagasan kenyamanan saat tidur tercetuskan oleh orang Yunani dan Romawi. Mereka meninggalkan ide bantal keras dan beralih pada bantal empuk.
Mereka mulai membuat bantal dari kain bekas yang diisi dengan bahan empuk seperti kapas, kapuk, alang-alang, dan jerami.
Namun, seperti penanda kelas sosial lain, orang kaya menggunakan bahan pengisi bulu lembut.
Inilah awal mula bantal yang kita ketahui dan gunakan sekarang. Meski begitu, pada abad pertengahan di Eropa, bantal tidak terlalu populer.
Masalahnya lagi-lagi adalah bantal menjadi simbol status sosial. Hanya orang kaya yang bisa tidur menggunakan bantal.
Bahkan, Raja Henry VIII melarang penggunaan bantal bagi siapa pun selain wanita hamil dan keluarga kerajaan.
Revolusi industri merupakan masa di mana banyak orang mulai menggunakan bantal. Selama masa ini, harga bantal lebih terjangkau karena diproduksi massal oleh perusahaan tekstil.
Bahkan, di masa kepemimpinan Ratu Victoria, bantal juga digunakan untuk fungsi dekoratif di sofa atau kursi.
Seiring berjalannya waktu, kini bantal dibuat dari berbagai macam bahan alami maupun sintetis.
https://sains.kompas.com/read/2019/03/15/112916523/penemuan-yang-mengubah-dunia-bantal-paling-awal-dibuat-dari-batu