Data BMKG menunjukkan dalam sepuluh hari pertama di bulan Februari terjadi curah hujan kategori rendah di sebagian besar Provinsi Aceh, Sumatra Utara, Riau, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Gorontalo, dan sebagian Sulawesi Tengah.
Peta analisis hari tanpa hujan menunjukkan beberapa tempat di pesisir timur Aceh, Sumatra Utara, dan Riau terindikasi mengalami hari kering (tanpa hujan) dengan kategori pendek dan menengah, yakni 6 sampai 20 hari.
Di Riau, hari tanpa hujan kategori panjang (21-30 hari) telah dirasakan daerah pulau Rangsang, Rangsang Pesisir, dan Tebing Tinggi.
Herizal selaku Deputi Bidang Klimatologi BMKG menjelaskan, jika selama sepuluh hari kedua pada bulan Februari 2019, wilayah subsiden atau kering mendominasi wilayah Indonesia hingga sepuluh hari terakhir di bulan Februari 2019, maka ditengarai sebagai MJO (Madden Julian Oscillation atau massa udara basah) fase kering.
Kondisi ini akan menyebabkan proses konvektif (penguapan) dan pembentukan awan hujan terhambat.
"Kondisi kurang hujan di wilayah-wilayah tersebut didukung oleh kondisi troposfer bagian tengah yang didominasi kelembaban udara yang relative rendah. Ini sesuai dengan peta prediksi spasial anomali radiasi balik matahari gelombang panjang (OLR)," kata Herizal dalam keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Kamis (21/2/2019).
Dampak dari kemarau pertama adalah peningkatan jumlah titik api (hotspot) pada dua pekan terakhir ini di berapa wilayah.
Sebagaimana terpantau oleh BMKG, daerah yang cukup signifikan memiliki titik api ada di Riau dengan 80 titik. Jumlah ini meningkat drastis dibanding pekan sebelumnya yang hanya 24 titik. Selain Riau, Kalimantan Timur juga terpantau hotspot sebanyak 7 titik.
Dari pengamatan Stasiun Klimatologi Tambang, Riau, kondisi curah hujan bawah normal terdeteksi di wilayah pesisir timur telah berlangsung sejak awal Februari 2019.
Herizal menambahkan Kondisi kering ini akan berpotensi memudahkan terjadinya hotspot yang dapat memicu kejadian kebakaran hutan dan lahan, yang akhirnya dapat menimbulkan asap dan penurunan kualitas udara.
Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga menemukan adanya penurunan kualitas udara berdasarkan Indek Standar Pencemaran Udara (ISPU) dalam kategori tidak sehat di daerah Rokan Hilir pada Senin (12/2/2019) pukul 9.00 WIB.
Sementara daerah lain terindikasi dalam kategori ISPU sedang. Pengamatan jarak pandang mendatar (visibility maksimum) terlaporkan masih dalam kisaran 2 sampai 5 kilometer.
Berdasarkan posisi daerahnya, Pesisir Barat Sumatra, Sumatera bagian Tengah, Kalimantan Barat dan Tengah, Sulawesi bagian Tengah dan sebagian Tenggara, dan sebagian Papua bagian Utara yang dekat dengan garis khatulistiwa, memiliki karakter musim yang berbeda dengan wilayah lainnya di Indonesia.
Karakter musim itu ditandai adanya dua kali puncak hujan dan puncak kemarau dalam setahun. Kondisi ini berlangsung di bulan Februari, sementara kemarau kedua berlangsung mulai Juni hingga Agustus.
Herizal mengimbau kepada Pemerintah Daerah, Instansi terkait, dan masyarakat luas pada umumnya di wilayah terdampak untuk terus waspada dan siap siaga terhadap potensi kebakaran lahan dan hutan, bahaya polusi udara dan asap, potensi kekeringan lahan dan kekurangan air bersih dan terus mengikuti pembaharuan informasi.
https://sains.kompas.com/read/2019/02/21/190200223/bmkg-beri-peringatan-potensi-kebakaran-hutan-dan-lahan-khususnya-riau