Hal ini akhirnya membuat penyakit semakin sulit disembuhkan dan mengakibatkan 94 persen pasien stadium lanjut meninggal dalam waktu dua tahun.
"Kalau di rata-rata, sekitar 40 sampai 60 perempuan meninggal dalam sehari (karena kanker serviks)," kata Prof. Dr. dr. Andrijono, Sp.OG(K), Ketua Himpunan Ginekologi Onkologi Indonesia (HOGI), melansir Tribunnews.
Lantas, apa kira-kira yang menyebabkan sulitnya deteksi dini kanker serviks di Indonesia?
Menjawab pertanyaan itu, dr Kartika Hapsari, SpOG, FNVOG dari Rumah Sakit Anak dan Bunda (RSAB) Harapan Kita mengatakan bahwa kurangnya kesadaran untuk pemeriksaan sebenarnya muncul dari diri sendiri, terlibah adanya rasa takut berlebih.
"Biasanya orang suka takut kalau kita tahu sakit. Padahal prinsipnya mencegah lebih baik daripada mengobati," kata Kartika dalam siaran langsung di Radio Kesehatan milik Kemenkes, Rabu (20/2/2019).
Oleh sebab itu, Kartika berpesan kepada seluruh perempuan, khususnya di Indonesia untuk wajib memeriksakan diri sedini mungkin.
Selain enggannya melakukan pemeriksaan dini, masalah lain adalah masih terbatasnya akses pemeriksaan dokter spesialis kebidanan dan laboratorium di Indonesia.
Mengingat Indonesia adalah negara kepulauan, Kartika mengatakan memang hingga saat ini pemerataan dokter spesialis khususnya di bidang kebidanan masih belum rata.
Salah satu pemeriksaan dini kanker serviks yang akurat dan canggih adalah pap smear.
Ini merupakan metode skrining ginekologi yang dicetuskan Georgios Papanikolaou untuk mengetahui ada tidaknya masalah pada serviks atau leher rahim yang mengarah pada kanker serviks.
Saat dilakukan tes pap smear, dokter akan mengamati sel yang terkandung di lendir rahim di bawah mikroskop. Dari sana akan ketahuan apakah ada masalah pada serviks.
Hingga saat ini, pap smear belum dapat ditemukan di semua rumah sakit Indonesia. Oleh karena itulah, masalah pemeriksaan dini kanker serviks di Indonesia juga masih mengalami kendala dari segi ketersediaan pelayanan dan jasa.
Karena memang tes pap smear belum dapat ditemukan di semua daerah, Kartika berharap suatu saat nanti seluruh bidan di Indonesia diberi pelatihan tentang tes IVA atau Inspeksi Visual dengan Asam Asetat.
Kalau tes pap smear menggunakan peralatan canggih, skrining menggunakan IVA pada dasarnya lebih sederhana dan cepat.
Bidan di puskesmas dapat mengoleskan asam asetat sebanyak 3-5 miligram di leher rahim perempuan.
Setelah satu sampai dua menit, bila leher rahim berubah warna menjadi putih artinya harus dirujuk ke rumah sakit besar untuk pengecekan lebih lanjut.
"Kalau berubah warna pasti ada masalah, sebab itu perlu dilihat lagi detailnya dengan pap smear, misalnya," kata Kartika.
"IPV hanya melihat pakai mata, tapi kalau pap smear dilihat selnya," imbuhnya.
Kartika mengatakan, daripada tidak sama sekali melakukan skrining, tidak ada salahnya melakukan tes IVA.
Sementara itu, bagi perempuan yang belum pernah melakukan hubungan seksual, sangat disarankan untuk melakukan vaksin kanker serviks.
Vaksin kanker serviks dilakukan dua kali, yakni pada bulan ke 0 dan bulan keenam.
Jadi misalnya Anda melakukan vaksin bulan Februari, maka vaksin yang kedua adalah Agustus.
Kapan waktu yang tepat melakukan skrining pam smear?
Perempuan yang sudah pernah melakukan hubungan seksual, pada tahun pertama baiknya sudah melakukan skrining.
Bila ingin melakukan pam smear, minimal dua hari sebelum tes dilakukan pasangan suami istri dilarang berhubungan badan. Selain itu, pam smear hanya dapat dilakukan saat tidak sedang datang bulan.
"Jadi sebelum hamil, sebaiknya lakukan medical check up untuk melihat apakah rahimnya bagus, leher rahimnya normal, jadi waktu hamil enggak ada kejutan-kejutan," kata Kartika.
"Pam smear wajib dilakukan 1 sampai dua tahun sekali," tandasnya.
https://sains.kompas.com/read/2019/02/20/173200523/wanita-yang-sudah-berhubungan-seks-wajib-lakukan-pam-smear-atau-iva