Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Teknik Serangga Mandul Diklaim Ampuh Usir Nyamuk DBD, Seberapa Manjur?

Salah satunya adalah menggunakan nyamuk jantan mandul atau Teknik Serangga Mandul (TSM). Cara ini diklaim efektif membunuh dan menghilangkan nyamuk Aedes aegypti.

Dalam pesan yang beredar, TSM dikembangkan oleh Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi Badan Tenaga Nuklir Nasional (PAIR Batan).

Mekanismenya, kita melepaskan nyamuk jantan Aedes aegypti sekitar 50 ekor di area rumah. Nyamuk jantan itu bertugas mengawini nyamuk betina.

Sebagai informasi, nyamuk jantan yang sengaja dilepaskan itu sudah diradiasi dan dibuat mandul, sehingga telur dan dihasilkan oleh nyamuk betina tidak akan pernah menetas.

Dalam satu bulan dianjurkan hanya melepaskan 50 ekor. Jika cara ini rutin dilakukan selama lima bulan, nyamuk Aedes aegypti diyakini akan musnah dengan sendirinya.

Namun, seberapa efektifkah cara ini ampuh mengusir dan membunuh si belang?

R. Tedjo Sasmono, peneliti senior nyamuk sepakat bahwa TSM merupakan salah satu pengendalian vektor (hewan penyebar penyakit) yang saat ini sudah dikembangkan.

Tedjo yang juga sebagai Kepala Unit Dengue dari Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI (Kemenristekdikti) menjelaskan, TSM sebenarnya memiliki beberapa metode.

"Di antaranya adalah mensterilkan (membuat mandul) nyamuk Aedes dengan radiasi sinar gamma seperti yang dilakukan oleh BATAN atau menggunakan rekayasa genetik seperti yang dilakukan oleh Oxitec dari Oxford Inggris," kata Tedjo melalui surel, Selasa (29/1/2019).

Sama seperti dijelaskan dalam pesan berantai, Tedjo mengatakan teknik TSM pada dasarnya melepaskan nyamuk Aedes jantan yang mandul di alam untuk kawin dengan nyamuk Aedes betina subur.

"Dengan perkawinan itu, telur yang dihasilkan akan menjadi steril sehingga nyamuk yang menetas tidak bisa berkembang biak lebih lanjut dan akhirnya akan mengurangi populasi nyamuk di daerah tersebut," jelasnya.

Efektif, tapi mahal dan lama

Tedjo tak memungkiri, bila TSM dilakukan secara masif dengan skala luas akan membantu menurunkan jumlah nyamuk di suatu tempat.

"Namun sekali lagi harus dilakukan secara masif, dalam jumlah banyak (ratusan ribu bahkan jutaan nyamuk steril) dan berkesinambungan selama kurun waktu tertentu," ungkapnya.

Hal ini karena nyamuk Aedes diketahui mempunyai kemampuan terbang hingga radius 100 sampai 200 meter.

Sehingga kalau pelepasan nyamuk jantan steril hanya dilakukan dalam suatu daerah kecil, misalnya satu atau dua rumah, atau hanya satu RT, maka ada kemungkinan tidak akan efektif.

Nyamuk tipe liar (wild type) yang fertil masih bisa masuk ke daerah yang dilepaskan nyamuk steril, sehingga tidak bisa mengurangi jumlah nyamuk di daerah pelepasan.

Selain itu, penurunan jumlah nyamuk juga tidak bisa langsung terjadi secara cepat.

Hal ini karena untuk mendapatkan tingkat fertilitas yang menurun sehingga semua nyamuk menjadi steril paling tidak perlu empat generasi.

"Sehingga perlu beberapa bulan untuk menurunkan populasi nyamuk di daerah tersebut," ungkapnya.

Sepakat dengan Tedjo, ahli nyamuk dari Departemen Biologi Universitas Hasanuddin Dr Syahribulan, M.Si., mengatakan bahwa teknik TSM membutuhkan biaya besar untuk membeli populasi nyamuk dalam jumlah besar.

Selain mahal dan lama, dia menegaskan ada dampak terhadap lingkungan yang harus dipikirnya, terutama terhadap pengembangan organisme.

"Tidak menutup kemungkinan akan lahir generasi (nyamuk) baru yang tahan atau kebal," ujarnya kepada Kompas.com melalui pesan singkat, Rabu (30/1/2019).

Kesimpulan

Kesimpulannya, metode TSM memang bisa digunakan untuk menurunkan populasi nyamuk, namun perlu dilakukan secara masif, dalam jumlah banyak, dan berkesinambungan.

Ia menyangsikan, teknik ini akan efektif digunakan dalam skala rumah rangga.

"Hal lain yang perlu dipertimbangakn adalah metode tersebut paling tidak harus mendapatkan persetujuan dari instansi berwenang (misalnya Kementerian Kesehatan) untuk bisa digunakan oleh masyarakat umum," tegasnya.

"Pelepasan nyamuk TSM, secara pribadi menurut saya sebaiknya harus dimonitoring. Kita tidak bisa melakukannya secara bebas mengingat dampak ke depan yang bisa terjadi," imbuh Syahribulan.

Metode lain yang menunjukkan hasil

Selain TSM, Tedjo menginformasikan saat ini Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) UGM tengah meneliti penggunaan nyamuk Aedes aegypty yang berbakteri Wolbachia di lapangan. Ini merupakan bagian dari World Mosquito Program (WMP) Yogyakarta.

Nyamuk jantan yang diinfeksi bakteri Wolbachia akan dilepaskan untuk nyamuk betina yang tidak mengandung bakteri ini. Tujuannya untuk membuat telur tidak bisa menetas atau menghasilkan generasi Aedes yang mandul.

Berkaitan dengan nyamuk berwolbachia, Profesor Adi Utarini yang merupakan peneliti utama WMP menambahkan, pihaknya tak hanya melepaskan nyamuk jantan berwolbachia tapi juga betina.

"Tujuan utamanya adalah untuk memproduksi telur berwolbachia dan melahirkan generasi (nyamuk Aedes) Wolbachia ke populasi alami," kata Guru Besar FKKMK UGM itu melalui pesan singkat, Rabu (30/1/2019).

Akademisi yang akrab disapa Prof Uut itu memiliki keyakinan bahwa bakteri Wolbachia mempunyai kapasitas untuk memblokir perkembangan virus dengue di tubuh nyamuk.

"Harapannya, nyamuk dengan bakteri wolbachia (di tubuhnya) kecil kemungkinan bisa menularkan virus dengue," imbuh Prof Uut.

Hingga saat ini riset masih dilakukan di lapangan dan masih dalam tahap pembuktian untuk melihat efektivitasnya dalam menurunkan kasus.

"Sejauh ini kami melihat upaya penyebararan tersebut cukup menjanjikan, setelah lebih dari satu tahun pasca penyebaran, persentase nyamuk ber-Wolbachia sudah stabil tinggi, diatas 80 persen," paparnya.

https://sains.kompas.com/read/2019/01/30/121444123/teknik-serangga-mandul-diklaim-ampuh-usir-nyamuk-dbd-seberapa-manjur

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke