Mulai dari mengganti sedotan plastik dengan stainless steel, meniadakan sedotan plastik di rumah makan, dan mengurangi penggunaan kantong plastik.
Selama ini, sedotan dan kantong plastik mendapat banyak sorotan dan dianggap sebagai polutan terbesar.
Namun, sebuah penelitian justru menyatakan bahwa kedua benda itu sebenarnya bukan polutan plastik terbesar. Ada yang lebih parah dan mungkin tidak kita sadari, yaitu filter rokok.
Filter atau penyaring rokok tersimpan di dalam puntung rokok, dan menjadi benda yang paling banyak mengotori dunia.
"Banyak perokok berasumsi penyaring rokok terbuat dari bahan yang bisa terbiodegradasi atau bisa diolah. Padahal, filter rokok terbuat dari selulosa asetat (jenis plastik yang butuh sekitar satu dekade untuk bisa terurai)," jelas Elizabeth Smith yang bekerja di kebijakan pengendalian tembakau di Universitas California San Francisco.
Melansir CNN, Jumat (25/1/2019), sekitar 6 triliun rokok diproduksi setiap tahun dan lebih dari 90 persen filternya mengandung plastik. Ini artinya ada lebih dari 1 juta ton plastik setiap tahun yang diproduksi dari rokok.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, membuang puntung rokok sembarangan adalah hal yang paling sering dilakukan. Setidaknya dua pertiga puntung rokok ditemukan berserakan di trotoar atau selokan yang kemudian membawanya ke lautan.
Bukti paling nyata adalah saat petugas Ocean Conservancy yang berbasis di Washington DC secara inisiatif mengumpulkan puntung rokok di sekitar pantai sejak 1986. Hingga saat ini, relawannya telah mengumpulkan lebih dari 60 juta puntung rokok.
Untuk mengukur apa yang terjadi bila ikan berenang di tengah puntung rokok, ahli membuat eksperimen kecil dengan menempatkan sekelompok ikan di sebuah wadah berisi air dengan puntung rokok. Hanya dalam waktu empat hari, setengah dari ikan mati.
"Ini menunjukkan air yang tercemar puntung rokok memiliki racun yang dapat membunuh makhluk hidup di dalamnya," kata Thomas Novotny, profesor medis dari Universitas San Diego yang terlibat dalam studi.
Filter plastik dalam rokok pertama kali dipakai pada 1950-an sebagai respons terhadap ketakutan kanker paru-paru.
Asap tembakau saat itu diketahui mengandung 250 bahan kimia berbahaya, termasuk logam berat, arsenik, dan polonium-210 yang sangat radioaktif. Kemudian 69 di antaranya berpotensi menyebabkan kanker.
Untuk itulah, rokok dilengkapi dengan filter supaya dapat memblokir racun dan mencegah kanker paru-paru.
Namun pada pertengahan 1960-an, para ilmuwan menyadari bahwa tar dan nikotin yang mereka saring merupakan zat yang memberi kepuasan tersendiri bagi para perokok.
Dari sini kemudian perusahaan rokok membuat filter yang kurang efektif menyaring nikotin.
Informasi tersebut digali oleh Bradford Harris dan seorang mahasiswi pascasarjana sejarah dan teknologi dari Universitas Stanford.
Mereka mencatat, perusahaan tembakau menjadikan filter rokok sebagai alat pemasaran yang jitu dan mereka tetap memastikan para konsumennya mendapat efek nikotin yang dicari.
Perusahaan rokok disebut membuat klaim tentang manfaat kesehatan dari filter rokok. Hal ini kemudian dicap oleh WHO sebagai penipuan.
Asosiasi Produsen Tembakau yang mewakili sejumlah perusahaan tembakau di Inggris juga dimintai komentarnya oleh CNN, tapi tidak merespons.
Filter tidak hanya berfungsi untuk memblokir beberapa racun, tapi juga membuat asap rokok lebih halus untuk dihirup yang mendorong perokok untuk lebih sering merokok.
Filter juga telah mengubah cara pembakaran tembakau dan sebenarnya meningkatkan beberapa racun dalam asap.
Dengan filter rokok, tingkat kanker paru-paru yang paling umum menurun. Namun jenis kanker paru lain seperti adenokarsinoma meningkat.
"Tingkat kelangsungan hidup kedua jenis kanker ini kira-kira sama," kata David Wilson, seorang ahli paru dari University of Pittsburgh Medical Center.
Ia menambahkan, filter rokok tidak meningkatkan kesehatan perokok, tapi memperburuk lingkungan kita.
Solusi polusi plastik
Di beberapa kota di seluruh dunia, telah disertakan biaya khusus untuk membersihkan jalan di setiap pembelian rokok.
Seorang ahli kimia filter rokok, Mervyn Witherspoon, menawarkan solusi dengan mengganti bahan filter dari sesuatu yang lebih ramah lingkungan dan dapat diolah kembali, misalnya dari rami, lenan, atau kapas.
Namun, usul Witherspoon juga mendapat kontra, salah satunya oleh Elizabeth Smith yang seorang pakar kebijakan tembakau di AS.
Ia berkata filter semacam itu masih mengandung racun dan sebenarnya membutuhkan waktu lama untuk terdegradasi. Selain itu, perokok mungkin juga jadi merasa diperbolehkan membuang puntung rokok sembarangan karena menganggap ramah lingkungan. Akibatnya, hal ini makin memperburuk masalah.
Pada Oktober 2018, Parlemen Eropa mendukung proposal radikal untuk mewajibkan negara Uni Eropa menghapus 50 persen plastik di filter rokok pada 2025, dan 80 persen pada 2030.
Namun, target itu ditolak. Sebagai gantinya, perusahaan rokok bertanggung jawab untuk mendanai kampanya peningkatan kesadaran, penyediaan asbak di tempat umum, pengumpulan limbah dan menambahkan label "mengandung plastik yang merusak lingkungan" pada bungkus rokok.
Jika negara lain sudah mulai sadar dampak ini, saatnya kita juga berubah dan bertindak.
https://sains.kompas.com/read/2019/01/27/123912823/dibanding-sedotan-plastik-filter-rokok-lebih-merusak-lingkungan