KOMPAS.com - Pada musim hujan seperti saat ini, salah satu benda yang paling diburu adalah jas hujan. Jenis pakaian pelindung hujan ini makin populer di Indonesia karena dimanfaatkan oleh pengendara motor untuk menjaga tetap kering.
Jas hujan yang kita kenal kini dirancang secara khuus untuk menjaga pemakainya tetap kering. Kain yang digunakan dibuat agar tidak bisa menyerap air.
Namun, tahukah Anda, jas hujan atau mantel mulanya jauh dari teknologi semacam ini. Mulanya, jas hujan dibuat dengan sangat sederhana untuk melindungi diri dari hujan.
China Kuno
Salah satu jas hujan paling awal dirancang di China Kuno. Pakaian pelindung hujan ini terdokumentasikan dalam sejarah China melalui puisi yang ditulis sekitar tahun 1000 masehi.
Bentuk awalnya adalah jubah yang terbuat dari jerami atau rumput. Para petani China zaman dulu mengenakan jubah ini agar tetap bisa bekerja di ladang atau sawah saat musim hujan.
Meski bisa melindungi dari basah, jubah ini sangat berat dan kaku.
Untuk mengatasi itu, masyarakat kemudian menggunakan metode lain untuk jas hujan. Metode yang digunakan kemudian adalah mengolesi minyak pada kain sutra ringan agar air tidak terserap pada kain.
Ada pula warga yang mengembangkan anyaman rumput atau daun yang masih segar. Cara ini membuat mantel hujan lebih ringan.
Amerika Selatan
China bukan satu-satunya tempat yang mengembangkan jas hujan paling awal. Lokasi lain yang mengembangkan pakaian pelindung ini adalah Amerika Selatan.
Sekitar tahun 1200 masehi, orang Amazon menggunakan ekstrak seperti lateks dari pohon karet untuk membuat anti air primitif.
Ekstrak tersebut kemudian dioleskan pada alas kaki dan pakaian mereka sehingga menciptakan efek seperti jas hujan modern.
Saat orang Eropa menemukan Amerika Selatan sekitar tahun 1700-an, mereka mengikuti cara warga pribumi.
Sayangnya, karet menjadi lengket ketika cuaca panas dan kaku pada udara dingin.
Terobosan Modern
Terobosan baru dalam pembuatan jas hujan kemudian diciptakan oleh Charles Macintosh, ahli kimia Skotlandia pada tahun 1823. Dia membuat metode baru dengan karet untuk membuat pakaian tahan air.
Karet yang digunakan untuk melapisi pakaian ala Macintosh terlebih dahulu dilarutkan dalam nafta, zat yang berasal dari "memasak" batubara. Dengan metode itu, dia berhasil membuat karet yang lentur dan mudah digerakkan.
Sayangnya, cara yang dipakai oleh Mackintosh masih memiliki beberapa sifat karet alami. Selain itu, baunya sangat buruk dan pembuatannya cukup berbahaya.
Untuk menghindari kedua masalah di atas, Thomas Hancock kemudian menciptakan proses baru, yaitu vulkanisasi. Caranya, karet alami dipanasakan dan dicampur dengan belerang dalam kondisi terkontrol.
Plastik Mengambil Alih
Sekitar abad ke-20, terjadi ledakan penggunaan bahan-bahan sintetis seperti plastik dan nilon. Setelah Perang Dunia II, jas hujan plastik dan nilon menjadi tenar.
Bahan ini dengan cepat disukai banyak orang karena mudah didesain, harga terjangkau, lebih mudah dibuat, dan benar-benar anti-air.
https://sains.kompas.com/read/2019/01/24/193400523/penemuan-yang-mengubah-dunia--jas-hujan-dari-jerami-hingga-plastik