KOMPAS.com - Setiap makhluk hidup di dunia ini selalu membutuhkan oksigen untuk tetap bertahan hidup. Kekurangan oksigen bisa menimbulkan berbagai komplikasi hingga kematian.
Namun, sepertinya, hal ini tidak berlaku bagi beberapa ikan di laut dalam.
Sebuah makalah yang terbit dalam jurnal Ecology melaporkan penemuan ikan laut dalam yang berkembang dalam kondisi tanpa oksigen. Perairan ini bahkan sebelumnya dianggap oleh para ilmuwan sebagai tempat mematikan karena kadar oksigennya yang minim.
"Saya hampir tidak bisa mempercayai mata saya," ungkap Natalya Gallo, ahli kelautan biologi dari Scripps Institution of Oceanography merinci penelitian tersebut dikutip dari Science Alert, Senin (21/01/2019).
"Kami mengamati belut, grenadier, dan hiu lollipop aktif berenang di sekitar daerah di mana konsentrasi oksigen kurang dari satu persen dari konsentrasi oksigen permukaan yang khas," imbuhnya.
Pada 2015, Gallo dan koleganya melakukan delapan penyelaman dengan wahana jarak jauh (ROV) pada ekspedisi di Teluk California yang dipimpin oleh Monterey Bay Aquarium Research Institute (MBARI).
Pembacaan dari sensor pada ROV menunjukkan konsentrasi oksigen di lingkungan ini adalah antara sepersepuluh hingga sepersepuluh terendah dibandingkan yang ditoleransi oleh ikan toleran oksigen rendah lainnya.
"Kami berada di habitat suboxic, yang seharusnya tak bisa ditinggali ikan, tetapi ada ratusan ikan," jelas Gallo.
"Saya segera tahu ini adalah sesuatu yang istimewa dan menantang pemahaman kami tentang batas-batas toleransi hipoksia (kondisi kurangnya oksigen pada tubuh)," sambungnya.
Menurut para peneliti, ikan pada umumnya dianggap tidak toleran hipoksia karena kebutuhan metabolisme mereka. Tetapi, peneliti jelas menemukan beberapa extremophile (makhluk yang hidup di lingkungan ekstrem) berenang dalam barisan.
Bahkan di antara ikan yang luar biasa itu, jumlah spesies yang paling banyak ditemukan adalah Cherublemma emmelas dan Cephalurus cephalus pada kedalaman antara 600-900 meter.
Para peneliti juga mengamati beberapa Nezumia liolepis dan Dibranchus spinosus dalam jumlah yang lebih sedikit.
Kedua jenis ikan itu tampaknya lebih memilih untuk menempati perairan yang memiliki lebih banyak oksigen.
"Sebelum penelitian ini, ikan tidak diharapkan untuk mentolerir kondisi hipoksia separah ini," para penulis menjelaskan dalam makalah mereka.
Sayangnya, para peneliti tidak dapat menjelaskan bagaimana C. emmelas dan C. cephalus mengembangkan kemampuan untuk berkembang dalam keadaan minim oksigen atau kondisi suboxic yang ekstrem.
Hipotetis yang mungkin, para peneliti menyarankan, bahwa insang yang diperbesar memungkinkan kedua spesies meningkatkan penyerapan oksigen mereka.
Mereka juga mungkin memiliki kebutuhan metabolisme yang rendah berkat tubuh mereka yang kecil dan lunak. Tetapi Gallo dan koleganya menunjukkan pemeriksaan lebih lanjut yang mendalam diperlukan untuk memverifikasi ini.
Seperti yang diakui penelitian ini, jenis extremophile lain memiliki nama untuk menunjukkan kemampuan khusus mereka.
Misalnya saja, hewan yang mentolerir suhu tinggi disebut hipertermofil. Sedangkan makhluk yang dapat menangani kadar garam tinggi dikenal sebagai halofil.
Namun, toleransi hipoksia yang ekstrem dari C. emmelas dan C. cephalus belum pernah terjadi sebelumnya. Jadi, para peneliti mengatakan kita perlu nama baru untuk mereka.
Mereka mengusulkan 'ligooxyphile', yang dalam bahasa Yunani sama dengan 'pencinta oksigen kecil'.
https://sains.kompas.com/read/2019/01/21/210555923/peneliti-temukan-ikan-yang-hidup-di-perairan-minim-oksigen