Sayang, ia tidak lagi bisa memperjuangkan spesiesnya karena di awal tahun ini ia dikabarkan mati oleh Departemen Pertanahan dan Sumber Daya Alam Hawaii (DLNR).
Matinya George dan punahnya spesies siput pohon A. apexfulva seharusnya dapat mengingatkan manusia akan masalah hutan di Hawaii yang telah berlangsung selama seabad.
Kalau kita melihat siput berkeliaran bebas di halaman belakang rumah atau ilalang, George lain. Ia tak pernah merasakan kebebasan alam liar karena lahir di penangkaran dan tumbuh di dalam laboratorium.
Seperti kita tahu, siput tergolong hewan hermaprodit yang memiliki sistem reproduksi jantan dan betina, termasuk George. Namun meski begitu, ahli sebenarnya tetap membutuhkan pasangan A. apexfulva untuk bisa menghasilkan keturunan.
Melansir Science Alert, Rabu (9/1/2019), George memiliki masa remaja yang panjang dan hidup relatif lama (untuk siput). Ia diketahui hanya beberapa kali bereproduksi saat usianya empat sampai lima tahun.
"Ada beberapa siput yang lahir. Namun tiba-tiba semua bayi siput A. apexfulva itu mati, dan hanya menyisakan seekor. Ia adalah George," sambung mereka.
Menurut David Sischo yang merupakan koordinator program pencegahan kepunahan siput untuk Program Invertebrata Hawaii, spesies siput pertama yang didokumentasikan adalah Achatinella apexfulva pada 1780-an.
Pada masa itu, dan bahkan seratus tahun kemudian, siput pohon itu banyak ditemukan di Hawaii.
Menurut National Geographic, catatan abad ke-19 menuliskan bagaimana masyarakat pada saat itu berhasil mengumpulkan sekitar seribu siput dalam satu hari.
Di Hawaii, siput memberi banyak manfaat untuk manusia. Mulai dari membantu pembusukan tanaman sampai memakan jamur pada daun untuk melindungi pohon dari penyakit.
"Apapun yang berlimpah di hutan adalah bagian integral darinya," kata Michael Hadfield, ahli biologi invertebrata yang menjalankan program penangkaran siput langka asli Hawaii.
Sejak awal 1900-an, beberapa spesies siput satu persatu dinyatakan punah. Hal ini salah satunya mungkin karena siput dikumpulkan orang Eropa dalam jumlah sangat banyak.
Pada 1955, siput rosy wolf (Euglandina rosea) dibawa ke Hawaii agar bisa mengendalikan siput invasif, siput tanah Afrika (Achatina fulica).
Namun rencana ini tak berjalan sesuai rencana. Siput rosy wolf justru membantai populasi siput tanah Afrika sampai batas tertentu.
"Kami mulai menyaksikan satu persatu siput menghilang," kata Hadfield kepada The Guardian.
Hadfield sendiri mulai mmempelajari siput pada 1970-an atau sekitar awal 1980-an. Ia melihat bagaimana populasi siput hancur, hingga akhirnya para ahli membawa siput ke laboratorium.
Ia menduga, siput rosy wolf bertanggung jawab atas hilangnya sepertiga spesies siput asli.
Program Invertebrata Hawaii mengaku memiliki ribuan siput spesies asli yang masih hidup. Beberapa di antaranya sudah diperkenalkan kembali ke alam liar, di kawasan hutan terpencil.
Ahli berharap, siput yang sudah dilepasliarkan tidak akan tertangkap manusia atau dimakan siput rosy wolf yang berkeliaran.
https://sains.kompas.com/read/2019/01/17/210200423/spesies-siput-pohon-terakhir-mati-dan-spesiesnya-dinyatakan-punah