KOMPAS.com - Industri pariwisata Indonesia sedang berkembang dengan pesat dalam beberapa tahun terakhir. Namun di balik itu semua, industri pariwisata Indonesia sangat rentan terhadap bencana.
Hal itu diungkapkan oleh Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho melalui siaran pers yang diterima Kompas.com, Rabu (16/01/2019).
Sutopo menegaskan, apabila industri pariwisata tidak dikelola dengan baik, dampaknya akan mempengaruhi ekosistem dan pencapaian target kinerja bidang tersebut.
"Pariwisata sering kali diasosiasikan dengan kesenangan, dan wisatawan melihat keamanan dan kenyamanan sebagai satu hal yang esensial dalam berwisata," ungkap Sutopo.
"Bencana merupakan salah satu faktor yang sangat rentan mempengaruhi naik turunnya permintaan dalam industri pariwisata," imbuhnya.
Kasus Bencana
Pria kelahiran Boyolali itu menyebutkan ada beberapa kejadian bencana yang telah menyebabkan dampak industri pariwisata. Peristiwa bencana itu, di antaranya:
1. Erupsi Gunung Merapi tahun 2010
Bencana besar ini telah mengakibatkan penurunan jumlah kunjungan wisatawan di beberapa obyek wisata di Yogyakarta dan Jawa Tengah mencapai hampir 50 persen.
2. Bencana kebakaran hutan dan lahan pada Agustus hingga September 2015
Akibat asap dari kebakaran hutan, 13 bandara tidak bisa beroperasi karena jarak pandang pendek dan membahayakan penerbangan. Bandara harus ditutup dan berbagai event internasional ditunda, ini membuat sektor pariwisata betul-betul tertekan.
"Industri airlines, hotel, restoran, tour and travel, objek wisata dan ekonomi yang di-drive oleh sektor ini pun terganggu," kaa Sutopo.
3. Erupsi Gunung Agung di Bali tahun 2017
Peristiwa ini menyebabkan 1 juta wisatawan berkurang dan kerugian mencapai Rp 11 trilyun di sektor pariwisata.
4. Gempa Lombok beruntun pada tahun 2018
Ribuan gempa yang mengguncang Lombok tercatat menyebabkan 100.000 wisatawan berkurang. Kerugian ditaksir mencapai Rp 1,4 trilyun di sektor pariwisata.
5. Tsunami di Selat Sunda pada Desember 2018
Gelombang monster yang datang tiba-tiba itu menyebabkan kerugian ekonomi hingga ratusan miliar di sektor pariwisata.
Bencana ini menyebabkan efek domino berupa pembatalan kunjungan wisatawan hingga 10 persen. Padahal, sebelum dilanda tsunami, tingkat hunian atau okupansi hotel dan penginapan di kawasan wisata Anyer, Carita, dan Tanjung Lesung mencapai 80–90 persen.
Pentingnya Mitigasi Bencana
"Tentu ini menjadi menjadi pembelajaran bagi kita semua. Mitigasi, baik mitigasi struktural dan non struktural di kawasan pariwisata masih sangat minim," kata Sutopo menegaskan.
"Mitigasi bencana harus ditempatkan menjadi salah satu prioritas dalam pembangunan sektor pariwisata," imbuhnya.
Sutopo menjelaskan, mitigasi dan pengurangan risiko bencana seharusnya ditempatkan sebagai investasi dalam pembangunan pariwisata itu sendiri.
"Sebab, dalam proses pembangunan setiap 1 dollar AS yang diivestasikan untuk pengurangan risiko bencana maka dapat mengurangi kerugian akibat bencana sebesar 7-40 dollar AS," kata Sutopo.
Pria yang sedang berjuang melawan kanker itu juga mengatakan, penataan ruang dan pembangunan kawasan pariwisata hendaknya memperhatikan peta rawan bencana.
Hal ini bertujuan agar mulai dari perencanaan hingga operasional dari pariwisata itu sendiri selalu dikaitkan dengan ancaman bencana yang ada.
8 Daerah Prioritas Wisata Rawan Gempa
Apalagi saat ini Indonesia sedang fokus dalam pembangunan 10 Bali Baru atau destinasi pariwisata prioritas yang akan dibangun.
Sepuluh destinasi itu adalah Danau Toba, Tanjung Lesung, Tanjung Kelayang, Kepulauan Seribu dan Kota Tua, Borobudur, Bromo Tengger Semeru, Wakatobi, Mandalika, Morotai dan Labuan Bajo.
Sutopo mengingatkan bahwa hendaknya pembangunan itu dikaitkan dengan mitigasi dan pengurangan risiko bencana. Tujuannya adalah daerah pariwisata tersebut aman dari bencana.
"Faktanya 8 dari 10 daerah prioritas pariwisata tersebut berada pada daerah yang rawan gempa, dan sebagian tsunami," kata Sutopo.
"Apalagi investasi pengembangan 10 detinasi pariwisata prioritas dan kawasan strategis pariwisata nasional tersebut sangat besar yaitu Rp 500 trilyun" sambungnya.
Untuk mengurangi dampak bencana, dia menyebut perlunya koordinasi dengan berbagai pihak terutama yang termasuk dalam pentahelix pariwisata.
Pentahelix dalam pembangunan pariwisata dan penanggulangan bencana harus melibatkan unsur pemerintah, dunia usaha/usahawan, akademisi, masyarakat, dan media hendaknya didukung semua pihak.
"Bencana adalah keniscayaan. Pasti terjadi karena bencana memiliki periode ulang, apalagi ditambah faktor antropogenik yang makin meningkatkan bencana," tutur Sutopo.
Meski begitu, risiko bencana dapat dikurangi sehingga dampaknya bisa diminimalisir dengan upaya mitigasi dan pengurangan bencana.
"Di balik berkah keindahan alam Indonesia juga dampat menyimpan musibah jika tidak dikelola dengan baik," pungkasnya.
https://sains.kompas.com/read/2019/01/16/193400023/sutopo--8-dari-10-destinasi-prioritas-pariwisata-rawan-gempa