Kini, sebuah studi baru menemukan bahwa jauh di dalam samudra Pasifik masih ada jejak masa dingin itu.
Lebih dari dua kilometer di bawah permukaan samudra Pasifik, ahli menemukan suhunya sedikit lebih dingin dan diduga sebagai air yang berasal dari Zaman Es Kecil.
Keberadaan air dari masa lalu ini penting bagi para pakar iklim modern. Menurut ahli kelautan Jake Gebbie yang bekerja di Woods Hole Oceaongraphic Institution, Massachusetts, lautan berperan besar dalam menahan panas dari atmosfer dan daratan.
"Inilah cara untuk memahami perubahan iklim. Ini semua tentang mencoba mempelajari bagaimana Bumi memanas dan karbon bergerak di sekitar sistem Bumi," kata Gebbie kepada Live Science, dilansir Kamis (3/1/2019).
Gebbie dan koleganya Peter Huybers yang berasal dari Universitas Harvard sebelumnya menemukan bahwa air yang ada jauh di dalam samudra Pasifik umurnya sangat tua.
Dalam laporan tahun 2012, mereka menyebut bahwa ada air berusia 1.000 tahun yang berada di kedalaman 2,5 kilometer di bawah permukaan samudra Pasifik.
Gebbie mengatakan, dengan memeriksa perairan laut yang dalam kita mungkin dapat menemukan petunjuk atau jejak dari kehidupan laut masa lalu.
Namun untuk mempelajari setengah bagian dasar laut bukanlah hal yang gampang.
Sejak 2002, sebuah perkumpulan Internasional bernama Argo Program menggunakan alat yang bisa mengambang untuk mengukur suhu, salinitas, dan fitu laut di seluruh dunia. Alat inilah yang kemudian menyelami bawah samudra Pasifik sampai lebih dari dua kilometer.
Dengan menggunakan data dari survei tersebut, Gebbie dan Huybers menggunakan pemodelan untuk membuat pola sirkulasi di lautan.
Di sisi lain mereka juga tetap menggunakan data lapangan sebagai perbandingan dan melihat jejak masa lalu lebih akurat.
Beruntung mereka memiliki data survei oseanografi modern pertama, The HMS Challenger yang dibuat pada pertengahan tahun 1870-an.
Data lama ungkap kehidupan baru
HMS Challenger adalah kapal peneliti Inggris yang melakukan ekspedisi sejauh 130.000 kilometer antara 1872 sampai 1876.
Selama perjalanan, tim awak kapal secara berkala menjatuhkan termometer ke lautan yang sudah dikaitkan dengan seutas tali sampai di kedalaman dua kilometer.
Dalam prosesnya, Gebbie dan Huybers harus mengoreksi data tersebut, sebab tekanan di lautan dalam dapat mengompresi merkuri dalam termometer kuno.
Hasil pembetulan yang terbit di jurnal Science, edisi 4 Januari 2019 memaparkan bahwa selama 125 tahun terakhir Samudra Atlantik menghangat hampir di seluruh area bawah lautnya.
Sementara untuk samudra Pasifik menunjukkan tren pendinginan selama abad ke-20 yang dimulai antara kedalaman 1,8 sampai 2,6 kilometer.
Para ahli memperkirakan, jumlah pendinginannya sekitar 0,02 sampai 0,08 derajat Celsius.
"Angka-angka ini masih awal dan belum pasti. Saya berencana mempelajari lebih dalam lagi untuk menemukan angka yang akurat," ujar Gebbie.
Meski begitu, ia melihat bahwa perbedaan suhu antara samudra Atlantik dan Pasifik masuk akal.
Perairan samudra Atlantik lebih mudah bercampur dengan air yang lebih hangat dibanding perairan Pasifik. Hal itu sebagian karena air dingin dan padat masuk ke Atlantik dari daerah kutub Selatan dan Utara.
Air itu akan mengalir ke dasar lebih cepat dan melakukan pengadukan.
Sementara samudra Pasifik ukurannya lebih besar dan tidak mendapat aliran air dari kutub utara, jadi air di dalamnya tetap sama dan dapat bertahan lama.
Menurut Gebbie, itu artinya pola iklim lama tinggal jauh di dalam samudra Pasifik sejak lama.
"Dalam hal ini tren pendinginan disebabkan oleh pencampuran permukaan air dari dua periode berbeda. Yang pertama adalah periode hangat pada Abad Pertengahan, sekitar 950 SM dan 1250 SM. Pada kedalaman lebih dari dua kilometer air yang ada di permukaan periode itu digantikan air dingin dari Zaman Es Kecil," katanya.
Menurut data National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), terjadi perubahan suhu pada abad Pertengahan sampai Zaman Es Kecil sekitar 0,4 derajat Celsius selama 900 tahun.
Sebagai perbandingan, suhu permukaan laut telah naik 0,8 derajat Celsius sejak 1901.
Nahasnya, ahli iklim di masa depan tidak akan memiliki petunjuk tentang periode hangat di Abad Pertengahan dan Zaman Es Kecil di Pasifik. Semua jejak akan terhapus karena pemanasan global di abad ke-20.
Namun demikian, studi ini penting untuk saat ini. Dengan memperhatikan kondisi laut dalam akan membantu prakirawan iklim mengembangkan perkiraan yang lebih baik untuk perubahan iklim di masa depan.
"Jika Anda ingin mengetahui jejak iklim puluhan tahun lalu atau lebih, Anda tidak boleh mengabaikan lautan yang dalam," pungkasnya.
https://sains.kompas.com/read/2019/01/04/173100223/kandungan-air-700-ribu-tahun-lalu-tersimpan-di-samudra-pasifik