Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Tapak Tilas Tsunami Selat Sunda Ungkap 3 Sebab Utamanya

KOMPAS.com - Hantaman tsunami yang terjadi di Selat Sunda pada Sabtu (22/12/2018) mengagetkan banyak pihak. Hampir 250 jiwa menjadi korban dalam peristiwa nahas ini.

Namun, tahukah Anda, ini bukan pertama kalinya tsunami menerjang Selat Sunda? Berdasarkan katalog tsunami yang ditulis oleh Soloviev dan Go pada 1974, telah tercatat beberapa kali peristiwa tsunami di Selat Sunda.

1. Tahun 416

Dalam katalog tersebut dijelaskan salah satu tsunami yang tercatat terjadi pada tahun 416. Peristiwa gelombang besar ini terekam dalam sebuah kitab Jawa yang berjudul Pustaka Raja (Book of Kings).

Dalam kitab tersebut dijelaskan bahwa tsunami pada masa itu dipicu oleh erupsi gunung api. Para peneliti menduga gunung api yang dimaksuda adalah Krakatau kuno.

2. Oktober 1722

Catatan lain tsunami di Selat Sunda merujuk pada Oktober 1722. Saat itu terjadi gempa bumi kuat di laut yang terasa hingga Jakarta. Akibat gempa ini, air laut naik seperti air mendidih.

3. 24 Agustus 1757

Pada 24 Agustus 1757, kembali terjadi gempa bumi kuat yang mengakibatkan tsunami. Lindu ini terasa hingga Jakarta dalam durasi cukup panjang, 5 menit.

Efek tsunami menyebabkan air sungai Ciliwung kala itu meluap naik hingga setengah meter dan membanjiri kota Jakarta.

4. 4 Mei 1851

4 Mei 1851, di Teluk Betung dan Teluk Lampung teramati kenaikan muka air laut yang signifikan. Berdasarkan katalog tsunami, kemungkinan fenomena ini akibat longsoran di pantai atau lepas pantai.

5. 9 Januari 1852

Setelah gempa bumi pada 9 Januari 1852 yang terasa dari bagian barat Jawa hingga selatan Sumatera, terjadi kenaikan air laut tak biasa. Peristiwa ini terjadi hanya berselang dua jam dari peristiwa gempa bumi.

6. 27 Agustus 1883

Salah satu tsunami terbesar di Selat Sunda terjadi pada 27 Agustus 1883. Saat itu terjadi erupsi dahsyat gunung api Krakatau yang diikuti oleh gelombang tsunami.

Ketinggian tsunai kala itu teramati di Selat Sunda mencapai 30 meter di atas permukaan laut. Akibat peristiwa ini, 36.000 orang meninggal dunia.

7. 10 Oktober 1883

Belum genap dua bulan, tsunami kembali terjadi di Selat Sunda pada 10 Oktober 1883. Kali ini tsunami disebabkan oleh longsoran di laut.

Peritiwa ini menyebabkan gelombang laut membanjiri pantai Teluk Selamat Datang, Cikawung sejauh 75 meter.

8. Februari 1884

Lima bulan setelah kejadian erupsi Gunung Api Krakatau, tsunami kecil teramati di sekitar Selat Sunda. Meski tidak sedahsyat sebelumnya, tsunami ini juga terjadi akibat erupsi.

9. Agustus 1889

Agustus 1889, teramati kenaikan permukaan air laut yang tidak wajar di Anyer, Jawa Barat. Masih belum diketahui penyebab tsunami pada 1889 itu.

Namun, peneliti menduga adanya longsoran di kawasan pantai atau dasar laut.

10. 26 Maret 1928

26 Maret 1928, Gunung Krakatau kembai erupsi. Fenomena ini diiringi oleh kenaikan gelombang laut di beberapa wilayah di sekitarnya.

11. 22 April 1958

22 April 1958, gempa bumi besar yang mengguncang Bengkulu, Palembang, Teluk Banten, dan Banten memicu kenaikan permukaan air laut. Kenaikan air laut ini diterjemahkan sebagai tsunami kecil bersifat lokal.

Katalog tsunami di Selat Sunda ini pernah diteliti oleh Yudhicara dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bnecana Geologi (PVMBG) dan K Budiono dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL). 

Dalam hasil kajian yang diterbitkan di Jurnal Geologi Indonesia tahun 2008, mereka menemukan bahwa tsunami di Selat Sunda dipengaruhi oleh kondisi geologi dan tektonik wilayah tersebut.

Mereka juga menegaskan, tsunamigenik di perairan Selat Sunda dapat diakibatkan oleg gempa bumi yang berkaitan dengan subinduksi Sunda, erupsi gunung api bawah laut Krakatau, serta longsoran pantai dan atau longsoran bawah laut Selat Sunda.

https://sains.kompas.com/read/2018/12/24/170000623/tapak-tilas-tsunami-selat-sunda-ungkap-3-sebab-utamanya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke