KOMPAS.com – Isu konservasi terkait satwa yang terancam punah saat ini sedang gencar dikampanyekan. Namun, hal ini masih terikat di lingkaran satwa besar, seperti harimau sumatera, gajah, dan badak. Padahal, masih banyak hewan lain yang patut mendapatkan perhatian khusus.
Sebagai contoh adalah biawak. Sekilas mendengar nama biawak, kita tidak menganggap hewan tersebut berada pada kategori terancam punah. Namun, di wilayah timur Indonesia, habitat endemik dari biawak pohon biru (varanus macraei), populasinya sedang terancam.
Reptil yang memiliki keindahan dengan tubuhnya yang berwarna biru ini, menurut Amir Hamidy selaku peneliti reptil dari LIPI, sedang berada di ambang kepunahan. Hal ini disebabkan oleh tingginya aktivitas jual beli biawak pohon biru untuk dijadikan hewan peliharaan, terutama di luar negeri.
“Pada saat LIPI mengkaji (biawak pohon biru), kita merekomendasikan biawak ini harus segera dilindungi. Biawak biru ini tidak boleh dipanen di alam," ungkap Amir, saat ditemui di Depok, Jawa Barat, Rabu (19/12/2018).
Dia melanjutkan, artinya, kita sudah concern (khawatir) bahwa populasinya sedikit, habitatnya yang hanya ada di pohon, ditambah Salawati luasnya tidak seberapa, rumahnya semakin sedikit.
Salah satu alasan mengapa aktivitas jual beli dari reptil ini masih tinggi adalah belum dilegalkannya perlindungan pada hewan ini secara undang-undang.
“LIPI sebagai scientific authority (otoritas ilmiah) merekomendasikan dilindungi. Di sudut pandang lain yang sudut pandang manajemen, akan melihat juga dong apakah ada kerugian ekonomi dari penghilangan perdagangan biawak biru?” ungkapnya.
Meskipun saat ini perdagangan biawak pohon biru diketahui adalah biawak yang berasal dari penangkaran, tetapi Amir tetap menyangsikan apakah itu benar-benar dari penangkaran. Dia pun mengusulkan investigasi dan monitoring langsung terhadap penangkar tersebut.
Dengan kondisi biawak pohon biru yang saat ini terancam, ia mengajak seluruh masyarakat untuk lebih memberikan perhatian pada hewan ini dan tidak hanya terpaku pada satwa lain, seperti harimau, gajah, dan badak.
Begitu pula pada hewan spesies baru yang belum ditemukan namanya. Ia menyarankan untuk tidak melakukan aktivitas jual beli hewan secara sembarangan. Bukan tanpa alasan, Amir memiliki pengalaman pilu terkait hewan yang terlambat untuk diidentifikasi.
“Tahun 2015 itu, saya deskripsi satu jenis katak yang hanya hidup di hutan Indonesia. Saya kasih nama Rhacophorus Indonesiensis. Ternyata katak itu sudah jadi hewan yang dikoleksi sejak tahun 2009 dan habitatnya di wilayah hutan yang waktu itu akan dikonversi jadi ladang kelapa sawit dan mining area. Ketika sampai di sana, habitatnya sudah habis semuanya dan namanya baru ada tahun 2015,” jelasnya.
“Karena jenis itu kekayaan hayati kita. Jangan sampai, jenis itu sudah punah sebelum kita temukan,” pungkasnya.
https://sains.kompas.com/read/2018/12/20/180400923/selain-badak-dan-gajah-biawak-asli-indonesia-ini-juga-terancam-punah