Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Seperti Jakarta, Ibu Kota Iran Juga Alami Penurunan Tanah

Dengan menggunakan data satelit, para ahli dari Pusat Penelitian GFZ Jerman menganalisis tingkat penurunan permukaan tanah kota Teheran pada 2003 sampai 2017.

Mereka menggunakan Interferometric Synthetic Aperture Radar (InSAR) yang bisa mendeteksi perubahan sangat halus dalam deformasi tanah dari waktu ke waktu. Dari sini tim mengidentifikasi ada tiga area berbeda yang permukaan tanahnya mengalami penurunan lebih dari 25 sentimeter setiap tahunnya.

Tim ahli juga menemukan bahwa tanah di sekitar bandara internasional Teheran mengalami penurunan sekitar lima sentimeter setiap tahunnya.

Apa penyebab ketidakstabilan ini?

Para ahli menduga penurunan disebabkan oleh penggunaan sumber daya alam yang berlebihan serta pesatnya urbanisasi di daerah itu.

"Dalam beberapa dekade terakhir, pertumbuhan penduduk yang meningkat pesat ditambah maraknya pembangunan kota dan industri telah meningkatkan kebutuhan air di Teheran," kata para ahli dalam makalah mereka yang diterbitkan di Remote Sensing of Environment.

"Karena air tanah berkurang drastis, dataran mengalami penurunan yang cepat," imbuh ahli seperti dilansir Science Alert, Senin (10/12/2018).

Penurunan tanah di Teheran telah menjadi fokus banyak penelitian sebelumnya. Namun, data terbaru ini telah menempatkan penurunan tanah ke dalam konteks yang lebih besar.

"Kawasan ini termasuk yang mengalami penurunan tertinggi di dunia," ujar Roberto Tomás dari Universitas Alicante di Spanyol, yang tidak terlibat dalam penelitian itu.

Menurut para ahli, perkembangan ekonomi yang pesat dan meningkatnya populasi sejak 1960 mendorong pembangunan 32 ribu sumur di sana. Padahal sebelum 1968 hanya ada kurang dari 4 ribu sumur.

Hal ini beriringan dengan banyaknya pembangunan bendungan untuk kepentingan pertanian yang juga menguras mata air. Aktivitas itu tidak hanya mengurangi air tapi juga berefek pada penurunan tanah yang dramatis.

"Tingkat air tanah di Teheran rata-rata menurun sekitar 12 meter sejak 1984 sampai 2011," jelas para penulis.

"Keretakan permukaan tanah, kerusakan bangunan, pergeseran tanah, dan retakan di dinding adalah bukti bahwa air tanah sudah semakin berkurang di Teheran," imbuh mereka.

Kerusakan lapisan akuifer (lapisan bawah tanah yang mengandung air) seperti yang terjadi di Iran bisa bersifat permanen.

Sebab itu para ahli meminta kepada para pengambil kebijakan untuk memperhatikan dan menimbang setiap keputusan dengan efek lingkungan.

Jika hal tersebut tidak dilakukan, kawasan tersebut memiliki potensi bahaya dan menjadi lebih tidak stabil di masa depan.

"Jika manajemen air tanah yang efektif tidak dijalankan, penurunan tanah di Teheran bisa menyebabkan kerusakan yang lebih para pada infrastruktur," tulis para ahli dalam kesimpulan laporannya.

Penurunan tanah juga terjadi di Jakarta

Seperti yang diberitakan, penurunan tanah ini disebabkan oleh beban bangunan gedung dan pengambilan air tanah yang tidak terkontrol.

Jika melihat penjelasan di atas, kondisi dan penyebab penurunan tanah di Jakarta mirip dengan yang terjadi di Teheran.

Abdul mengatakan, tren penurunan permukaan tanah berbeda-beda di setiap lokasi. Namun, penurunan permukaan tanah paling dalam terjadi di Muara Baru, Jakarta Utara. Itulah sebabnya kawasan tersebut saat ini kerap terendam banjir rob.

Untuk menanggulangi hal tersebut, pemerintah sedang membangun National Capital Integrated Coastal (NCICD) atau tanggul laut di Teluk Jakarta. Tahun ini pemerintah tengah membangun tanggul lanjutan sepanjang 20 kilometer termasuk pembangunan tanggul Muara Baru.

Abdul mengatakan bila penurunan permukaan tanah tidak ditanggulangi, bisa jadi pada 2050 permukaan tanah di Jakarta bisa turun 30 persen.

"(Tahun) 2050 bisa turun permukaan tanah salah satu simulasi bila tidak ditanggulangi," ujar dia.

https://sains.kompas.com/read/2018/12/12/170200223/seperti-jakarta-ibu-kota-iran-juga-alami-penurunan-tanah-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke