Ini bukanlah patah hati massal pertama yang dirasakan penggemar untuk perpisahan pasangan figur publik.
Kalau Anda masih ingat, pada 2016 Angelina Jolie berhasil menggemparkan dunia atas keputusannya bercerai dengan Brad Pitt. Kemudian awal tahun ini, perceraian Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dengan Veronica Tan juga sempat membuat warganet patah hati.
Dari kacamata psikolog, reaksi warganet atas perpisahan pasangan terkenal seperti disebutkan di atas sangat bisa dipahami, dan ini merupakan bukti nyata dari interaksi parasosial.
"Saya cukup meyakini bahwa warganet patah hati karena mereka menjalani hubungan parasosial, namun tidak menyadarinya," kata psikolog keluarga Anna Surti Ariani kepada Kompas.com melalui pesan singkat, Kamis (29/11/2018).
Apa itu hubungan parasosial?
Anna Surti Ariani atau yang akrab disapa Nina itu mengatakan, hubungan parasosial tak lepas dari pengaruh media, baik itu televisi, radio, maupun media sosial.
Saat tokoh publik muncul lewat berbagai media, banyak orang merasa dilibatkan dalam kehidupan pribadinya dan membuat mereka merasa benar-benar dekat dan kenal dengan tokoh tersebut.
Di sisi lain, tokoh atau figur publik tersebut tidak mengenal warganet yang terus mengamati aktivitasnya.
"Artinya relasi yang terjalin hanyalah relasi satu arah, bukan relasi sesungguhnya. Ini yang disebut parasocial interaction alias interaksi parasosial," terang Nina.
Nina melanjutkan, mereka yang tidak menyadari sepenuhnya terlibat dalam interaksi parasosial dapat memiliki simpati lebih terhadap figur publik.
"Beberapa penelitian bahkan mengonfirmasi bahwa mereka yang terlibat dalam hubungan parasosial bisa berubah perilakunya, misalnya memilih barang yang sebetulnya tidak dia pilih hanya karena tokoh kesayangannya memilih itu," papar Nina.
Dia melanjutkan, contoh lain, mereka bisa membentuk komunitas penggemar tokoh tersebut dan melakukan hal-hal yang bisa jadi berbeda dari yang mungkin mereka lakukan jika tanpa komunitas.
Bagaimana interaksi parasosial tercipta?
Seiring dengan perkembangan media sosial, para selebritas atau figur publik kerap membagikan kesehariannya, bahkan termasuk pengalaman yang cukup intim seperti mendapat kejutan ulang tahun ketika sedang tidur atau saat sedang tidak memakai make up.
"Semakin banyak waktu yang dihabiskan si penggemar untuk mengamati media sosial tokoh tersebut juga membuat mereka merasa semakin mengenal, semakin terikat dengannya. Apalagi kalau tokoh itu memberi kesempatan untuk berinteraksi," jelas Nina.
Sementara iu, psikolog klinis dari Personal Growth Laurentius Sandi Witarso menambahkan, ada beberapa hal yang bisa menyebabkan interaksi parasosial.
Pertama, orang yang kurang melakukan hubungan sosial secara langsung dan memiliki harga diri rendah akan mengalami kesulitan untuk berkomunikasi dengan orang lain.
"Mereka akan memilih menonton tokoh di televisi dan menjadikannya sebagai teman semu," kata Sandi kepada Kompas.com.
Kedua, penonton yang merasa memiliki kesamaan kepribadian atau penampilan dengan seorang tokoh cenderung akan selalu mengikuti kegiatan tokoh idolanya.
Ketiga, prestasi tokoh.
"Semakin tinggi prestasi tokoh tersebut, semakin penonton mengidolakannya. Penonton akan semakin mengidentifikasikan dirinya semirip mungkin dengan prestasi yang dimiliki oleh tokoh tersebut," ujar Sandi.
Apakah perilaku seperti ini normal?
Studi yang mempelajari tentang hubungan parasosial baru terjadi beberapa tahun terakhir ketika televisi mulai merajai kehidupan masyarakat.
"Studi sejak 2000-an banyak menggali hubungan parasosial yang terkait media sosial. Artinya, sudah banyak juga yang mengalaminya," ujarnya.
Namun kalau ditanya apakah perilaku seperti ini normal atau tidak, jawabannya tergantung.
Normal tidaknya suatu perilaku ditandai oleh 4D, yaitu Deviance, Dysfunction, Distress, dan Danger.
1. Deviance
Deviance terkait dengan seberapa banyak yang mengalami perilaku tersebut.
Jika sebagian besar masyarakat tidak mengalami hubungan parasosial, maka yang mengalami hubungan parasosial disebut devian, dan bisa disebut abnormal.
Devian juga berarti apakah sesuai atau tidak dengan kultur yang berlaku.
"Kalau dalam kultur Indonesia memang penting untuk punya kedekatan dengan orang yang diidolakan, maka hubungan parasosial normal, namun kalau tidak, ya jadi abnormal," jelasnya.
2. Dysfunction
Berkaitan dengan apakah individu dapat menjalani kegiatan sehari-hari dengan normal atau tidak.
"Kalau gara-gara mengidolakan seseorang lalu dia meninggalkan sekolah atau pekerjaannya, berarti dia jadi disfungsi di pekerjaan atau sekolah, artinya abnormal," jelas Nina.
3. Distress
Apakah individu itu mengalami stress yang negatif atau tidak. Dalam psikologi, ada stress yang positif, namanya eustress.
Contohnya, jika karena idola mau bercerai lalu kita jadi cemas, tidak bisa berpikir, terus tegang, mudah marah dll, maka hubungan parasosial ini jadi abnormal.
4. Danger
Apakah individu jadi melakukan perilaku yang membahayakan dirinya atau orang lain gara-gara hal tersebut.
Contohnya jika gara-gara idola mau cerai, lalu dia langsung menerabas jalanan tanpa menyadari bahwa truk di belakang sedang mengebut, maka itu abnormal.
https://sains.kompas.com/read/2018/11/29/170200023/gading-dan-gisel-mau-cerai-kenapa-banyak-orang-ikut-patah-hati-