KOMPAS.com - Pada Februari 2016 dunia dikejutkan dengan sebuah penemuan. Peneliti menemukan fosil unicorn yang sebenarnya.
Hewan yang kemudian diberi nama unicorn Siberia (Elasmotherium sibiricum) ini memang benar-benar punya tanduk di keningnya. Namun, unicorn Siberia bukanlah kuda. Ia lebih mirip dengan badak dan seukuran mammoth.
Temuan ini pun tak pelak memikat paleontolog untuk menguak misteri hewan tersebut. Dalam pemberitaan terbaru, para peneliti berhasil menganalisis DNA hewan tersebut untuk kali pertama.
Para peneliti bahkan menyadari adanya kekeliruan. Hewan yang diperkirakan punah 200.000 tahun yang lalu ternyata bertahan hidup cukup lama dan baru punah 36.000 tahun yang lalu.
Selain itu, unicorn Siberia ternyata tidak memiliki hubungan erat dengan badak modern seperti yang peneliti pikirkan sebelumnya. Badak purba ini justru merupakan keturunan unik yang terpisah dengan badak modern lebih dari 40 juta tahun lalu.
Kesimpulan ini didapat setelah para peneliti melakukan uji penanggalan radiokarbon pada 23 spesimen tulang unicorn Siberia. Ini dilakukan untuk melihat apakah mereka bisa memulihkan DNA dan mencari tahu lebih lanjut kapan unicorn ini hidup di Bumi.
Hasilnya mengejutkan, mereka baru punah dari muka planet ini sekitar 35.000 hingga 36.000 tahun yang lalu. Itu berarti unicorn ini sempat hidup berdampingan dengan manusia. Sebab pada masa itu, manusia telah mengisi padang rumput Rusia, Kazakhstan, Mongolia, dan China Utara.
Namun menurut peneliti, manusia tidak ada hubungannya dengan punahnya hewan itu.
"Pada masa itu, terjadi perubahan iklim tetapi tidak ektrim. Namun, ini menyebabkan sejumlah musim dingin menjadi lebih dingin dan mungkin mengubah padang rumput di wilayah itu," kata Alan Cooper dari Centre for Ancient DNA, University of Adelaide.
"Kita juga bisa melihat perubahan isotop di tulang hewan dan melihat juga jika hewan itu hanya makan rumput," tambahnya seperti dikutip dari Science Alert, Senin (26/11/2018).
Pada waktu yang hampir bersamaan, hewan pemakan rumput lainnya mulai mengubah makanan mereka dengan vegetasi lain. Sayangnya, unicorn Siberia tidak melakukan hal serupa dan peneliti percaya hal ini membuat mereka punah.
"Sepertinya unicorn yang hanya bisa makan rumput itu tidak bisa bertahan hidup," kata Cooper.
Hingga kini, para peneliti juga tidak tahu seberapa besar tanduk binatang itu bisa tumbuh karena peneliti belum pernah menemukannya. Namun melalui tengkorak yang ditemukan, para peneliti bisa memperkirakan jika tanduk unicorn mampu mencapai panjang satu meter.
Tanduk dengan kepala yang besar dan berat juga menjadi kombinasi sempurna bagi unicorn ini untuk meraih daun-daun yang letaknya tinggi.
Meski begitu, Cooper berpendapat bahwa perubahan iklim yang relatif ringan itu membutuhkan penelitian lebih lanjut, apakah sesuai hipotesis bahwa perubahan itu penyebab kepunahan unicorn?
Penelitian ini telah dipublikasikan di jurnal Nature Ecology & Evolution.
https://sains.kompas.com/read/2018/11/28/170500823/kali-pertama-peneliti-kuak-alasan-punahnya-unicorn-siberia