KOMPAS.com – Setiap pasangan pasti menginginkan kelahiran yang normal. Namun terkadang dalam keadaan tertentu, orangtua perlu menjalani kelahiran lebih dini atau prematur.
Kelahiran prematur sendiri merupakan kondisi di mana calon bayi harus dilahirkan sebelum masanya atau kelahiran di bawah 37 minggu. Dengan lebih awalnya bayi harus dilahirkan, maka perkembangan organ tubuh sang bayi belum sempurna dan ini mempengaruhi perkembangan bayi di masa depan.
Namun, bukan berarti bayi dengan kelahiran prematur akan mengalami kekurangan. Menurut Dr. dr. Rinawati Rohsiswatmo, Sp. A (K), masih ada harapan bagi bayi dengan kelahiran prematur untuk tidak hanya hidup, tetapi juga mendapatkan kualitas hidup yang baik dengan memperhatikan beberapa hal sebagai berikut.
USG Kepala
Menurut Rina, bayi dengan kelahiran prematur sangat berisiko mengalami pendarahan Intraventrikular dan gangguan perkembangan neurodevelopmental. Kondisi ini akan meningkatkan risiko kecacatan pada bayi, seperti keterlambatan pergerakan saraf motorik dan intelektual.
Rina melanjutkan, biasanya kondisi ini terjadi pada bayi yang lahir pada usia kehamilan kurang dari 32 minggu. Jika kurang dari 32 minggu sudah harus dilahirkan, maka tindakan USG Kepala secara rutin adalah hal yang wajib dilakukan bagi para orangtua.
“Segera dalam hari ke 7-10 pertama dalam kehidupannya," jelas Rina saat menjadi pembicara pada kegiatan bincang sehat yang diselenggarakan oleh Rumah Sakit Pondok Indah, Sabtu (24/11/2018) di Jakarta.
Dia melanjutkan, skrining kepala terus berlanjut sampai setidaknya usia koreksi 40 minggu atau waktu normal harusnya bayi dilahirkan. Atau kalau tidak memungkinkan, sekurang-kurangnya sebelum bayi dipulangkan,”
Pemeriksaaan Retina
Permasalahan mata juga menjadi salah satu yang sering terjadi pada bayi dengan kelahiran prematur.
Penyakit yang umum diderita adalah retinopathy of prematurity (ROP) yang disebabkan oleh tidak normalnya perkembangan pembuluh darah pada mata bayi. Gangguan mata yang umum terlihat saat bayi tumbuh besar meliputi rabun dekat atau jauh, glaukoma, dan mata juling.
Oleh karena itu, pemeriksaan retina mata bayi untuk menghindari ROP sangatlah penting. Biasanya, pemeriksaan terhadap kemungkinan ROP pada bayi prematur yang lahir dengan usia kehamilan kurang dari 30 minggu.
“Jika bayi lahir kurang dari 30 minggu, bisa dilakukan pemeriksaan ROP empat minggu setelah kelahiran. Atau setidaknya satu kali pemeriksaan sebelum keluar dari rumah sakit,” jelas Rina.
Pemeriksaan Tulang
Dengan kelahiran bayi yang lebih dini, maka proses penutrisian terhambat. Salah satu yang terpengaruh adalah tulang bayi.
Rina berkata bahwa bayi yang lahir prematur kurang dari 28 minggu cenderung tidak memiliki tulang yang kuat dan mudah patah karena tidak mampu mendapatkan ASI. Selain itu, bayi yang berbobot kurang dari 1.500 gram juga sering terkena masalah ini.
Maka dari itu, skrining terhadap tulang bayi menjadi penting. Pemeriksaan dapat dilakukan saat bayi prematur berusia 4-6 minggu.
Pemeriksaan Telinga
Pemeriksaan telinga pada bayi yang lahir prematur juga perlu dilakukan karena biasanya, bayi yang lahir prematur memiliki masalah pendengaran atau tuli, baik pada kedua telinga maupun hanya salah satunya.
Rina menyarankan untuk melakukan diagnosis sejak dini pada telinga bayi prematur sebelum bayi dibawa kembali ke rumah. Lalu, orangtua juga tidak boleh lalai kontrol ke dokter.
“Jadi kalau sudah pulang jangan berhenti (kontrol). Ini perjalanan masih panjang, terutama 2 tahun atau 100 hari kehidupan si anak. Setiap kontrol, minta tanya bagaimana pertumbuhannya. Sesuai dengan grafik tidak? Kalau tidak, bisa dilakukan intervensi sedari sekarang,” pungkas Rina.
https://sains.kompas.com/read/2018/11/26/183600123/4-jenis-pemeriksaan-yang-wajib-dilakukan-untuk-bayi-prematur