Salah satu peneliti yang juga dosen dan ahli di bidang gambar cadas dari ITB, Pindi Setiawan, berkata kepada Kompas.com bahwa gambar cadas dengan bentuk banteng liar yang berusia 40.000 tahun itu memiliki warna merah yang berasal dari oker.
Pigmen alami oker sepertinya tidak hanya dipakai seniman purba dari Indonesia. Hampir seluruh gambar prasejarah yang ditemukan, termasuk lukisan di dinding gua maupun lukisan dari abad pertengahan dibuat menggunakan oker.
Untuk diketahui, oker adalah pewarna merah alami yang berasal dari tanah liat berpigmen hematit atau mineral kemerahan yang mengandung zat besi teroksidasi.
"Zat besi teroksidasi adalah zat besi yang telah bercampur dengan oksigen," kata Paul Pettitt, seorang profesor arkeologi paleolitik di Universitas Durham, Inggris.
Pettitt menjelaskan, karena oker pada dasarnya merupakan mineral, ia tidak mungkin luntur sehingga membuatnya tetap awet sampai berabad-abad.
"Warna cerah dan kemampuannya untuk menempel di permukaan apapun, termasuk tubuh manusia, membuat oker menjadi krayon atau cat yang ideal," imbul April Nowell, seorang profesor arkeolog paleolitik di Jurusan Antropologi, Universitas Victoria, Kanada.
Di mana bisa menemukan oker?
Oker bisa ditemukan di bebatuan dan tanah. Pada dasarnya di manapun mineral besi berkumpul dan terbentuk, kita bisa menemukan oker.
"Oker bisa ditemukan di tepi lembah, tebing, dan di gua-gua," ujar Pettitt kepada Live Science, dilansir Selasa (20/11/2018).
Menurut Pettitt, oker sebenarnya sangat mudah didapat. Ia mengatakan, siapa pun yang menggunakan gua atau hidup di sekitar lembah tentu mudah menemukannya.
"Saat kita memegang oker, telapak tangan akan berubah menjadi berwarna merah atau kuning cantik," ujar Pettitt.
Untuk mengubah oker menjadi pewarna, oker harus diubah menjadi bubuk terlebih dahulu. Oker yang telah menjadi bubuk kemudian dicampur dengan cairan seperti air, air liur, atau putih liur untuk selanjutnya digunakan sebagai cat berpigmen.
Jejak penggunaan oker
Bukti paling awal dari manusia purba yang menggunakan okre adalah saat periode Paleolitik, sekitar 285.000 tahun yang lalu di sebuah situs Homo erectus yang disebut GnJh-03 di Kenya.
Di situs tersebut para arkeolog menemukan sekitar 70 buah oker dengan berat sekitar lima kilogram.
Namun, bukti yang lebih meyakinkan tentang penggunaan okre ada di situs Neanderthal awal Maastricht-Belvédère di Belanda yang diperkirakan berusia 250.000 tahun.
Menurut studi yang terbit tahun 2012 di jurnal PNAS, sejak 1980 para arkeolog Belanda telah menggali konsentrat kecil dari mineral merah.
Neanderthal mungkin telah mencampur bubuk oker dengan air yang digunakan untuk melukis kulit dan pakaian mereka.
Selain di situs itu, para arkeolog juga menemukan sejumlah lukisan dari oker yang dibuat Neanderthal di sejumlah gua.
Ini termasuk pola sidik jari linier di La Pasiega, Spanyol Utara, kemudian stensil tangan di Maltravieso di Spanyol barat-tengaj, dan stalaktit yang dicat merah berkilau putih di Ardales, Spanyol Utara.
Menurut laporan studi yang terbit di jurnal Science edisi 2018, semuanya berusia sekitar 64.000 tahun.
Homo sapiens awal juga menggunakan oker. Misalnya di gua Blombos, Afrika Selatan, para arkeolog menemukan sebuah cangkang abalone yang mengandung oker dan arang berusia sekitar 100.000 tahun.
Sejarah mencatat, gambar buatan tangan manusia yang paling awal adalah hashtag berwarna merah pada serpihan batu kecil yang berasal sekitar 73.000 tahun lalu di gua Blombos.
Sementara itu, gambar cadas tertua adalah lukisan banteng liar yang dibuat dengan oker berusia sekitar 40.000 tahun yang ditemukan Pindi dan timnya di Kalimantan.
Ketika orang-orang menyeberangi jembatan Selat Bering dari Siberia dan Asia Timur ke Benua Amerika, orang-orang itu juga menggunakan oker. Hal ini dibuktikan oleh temuan pemakaman yang mengandung oker di Alaska, usianya sekitar 11.500 tahun.
Menurut Pettitt, adanya pemakaman yang tertutup oker adalah lumrah. Hal ini mungkin karena pakaian orang yang meninggal diwarnai dengan oker, kemudian pakaian itu hancur dan oker meninggalkan jejak di kuburan dan tulang.
Salah satu kuburan ini termasuk Red Lady of Paviland yang terkenal di South Wales, di Inggris. Ini sebenarnya adalah kuburan seorang pria muda yang hidup di masa Paleolitik sekitar 33.000 tahun yang lalu.
Namun karena kuburan ini ditemukan pada 1823, arkeolog saat itu mengira bahwa makam itu merupakan makam seorang perempuan.
Simbol dan penggunaan oker
Sebagai pigmen merah terang, mungkin orang kuno melihat oker sebagai lambang kehidupan yang dihubungan dengan warna darah terutama darah menstruasi.
"Oker mungkin merupakan lambang kehidupan dan kesuburan," kata Pettitt.
Pettitt menambahkan, oker tidak hanya menjadi simbol kehidupan dan kesuburan. Warna merah yang mencolok juga membantu manusia purba untuk mudah melihat, terutama di pencahayaan rendah seperti di dalam gua.
Nowell menambahkan, oker tak hanya berfungsi sebagai pewarna. Di masa lalu, orang-orang menggunakannya untuk membuat kulit menjadi berwarna cokelat, mengusir nyamuk, melindungi tubuh dari matahari dan dingin, pengobatan, pengolahan tanaman, dan juga perekat peralatan batu.
"Dalam seni, ada bukti bahwa masyarakat awal lebih menyukai warna tertentu," imbuh Nowell.
Misalnya, di situs Qafzeh di Israel, para arkeolog telah menemukan 84 gumpalan oker pada lapisan-lapisan yang berusia antara 100.000 dan 90.000 tahun yang lalu.
Sekitar 95 persen benjolan tersebut berwarna merah, meskipun oker kuning dan coklat juga ditemukan di daerah itu.
Ada juga bukti bahwa orang kuno memanaskan oker untuk mengubahnya menjadi merah. Ini berarti ada kemungkinan manusia purba memiliki pemahaman dasar tentang sifat kimia oker. Temuan ini diteliti oleh Francesco d'Errico, seorang profesor arkeologi di Universitas Bordeaux di Perancis.
Namun Nowell menyangsikan bahwa oker merupakan lambang kesuburan karena warnanya mirip dengan menstruasi. Sebab, belum ada bukti yang mengarah ke sana.
"Apa yang bisa kita katakan, mengikuti rekan saya Steve Kuhn (seorang profesor antropologi di University of Arizona), kemungkinan oker merupakan alat sederhana yang digunakan untuk menandai tubuh (hidup atau mati) dan informasi tentang keanggotaan grup, status, atau sejumlah variabel lain yang dapat dikomunikasikan dengan mudah dan murah," kata Nowell.
"Fakta bahwa oker mudah bercau dan bertahan untuk waktu yang sangat lama (dan bercampur dengan cat) kemungkinan adalah alasan lain mengapa banyak digunakan," tutupnya.
https://sains.kompas.com/read/2018/11/25/170000423/oker-pewarna-alami-tertua-yang-dipakai-sejak-ratusan-ribu-tahun-lalu