KOMPAS.com – Temuan paus sperma dalam keadaan mati baru-baru ini perlu menjadi perhatian banyak pihak. Meski belum dapat dipastikan apa penyebab kematiannya, namun banyak yang menuding pada sampah plastik 5,9 kilogram yang ditemukan dalam tubuh paus.
Melihat lokasi terdamparnya paus di Taman Nasional Perairan (TNP) Wakatobi, Anton Wijonarno selaku Manager Konsevasi Kawasan Laut untuk WWF Indonesia berkata bahwa hal tersebut adalah hal yang wajar. Pasalnya, lokasi tersebut adalah wilayah migrasi paus dan mamalia laut lain, seperti lumba-lumba.
Berdasarkan data monitoring Balai Konservasi Kawasan Perairan Nasional (BKKPN) Kupang tahun 2015 hingga 2017, wilayah perairan Nusa Tenggara Timur dan TNP Sawu merupakan jalur migrasi utama mamalia laut mencari makan yang nantinya akan bermuara di Laut Banda dan sebaliknya.
Melihat lokasi TNP Wakatobi yang berada di antara keduanya, Anton memperkirakan bahwa paus tersebut berada dalam masa migrasi mencari makan dan Wakatobi menjadi lokasi persinggahan. Meski demikian, Anton menjelaskan belum ada data yang sahih tentang paus di Wakatobi.
“Data yang ada hanya di lintasan yang terdefinisi, untuk di Wakatobi hanya sighting (penampakan), jadi semua bisa terjadi, apakah dia melakukan perjalanan dari Banda ke Wakatobi lalu ke NTT atau sebaliknya,” jelasnya saat dihubungi Kompas.com melalui sambungan telepon pada Selasa (20/11/2018).
Ia pun belum dapat memastikan apakah sampah yang ditemukan di dalam tubuh paus merupakan sampah yang dikonsumsi di sekitaran perairan Wakatobi atau tidak, mengingat sifat paus yang selalu bermigrasi.
“Bisa saja dari tempat yang jauh karena paus itu kan migrasi, siapa tahu dia makan di suatu tempat kita kan enggak tau. Jadi, perlu dibedah untuk diketahui sampah plastik ini dari mana,” jelas Anton.
Sayangnya, dengan keadaan paus yang sudah membusuk dan mengharuskannya untuk segera dikubur, tindak forensik untuk paus ini sulit dilakukan. Padahal, tindakan ini juga dapat mengungkap apa penyebab kematian paus tersebut.
“Alasannya dia mati, kita perlu lakukan forensiknyalah istilahnya. Tapi ketika kita ingin melakukan forensik, mayatnya sudah dipotong-potong, jadi istilahnya barang buktinya sudah tercemar, jadi kita tidak tahu apa penyebabnya. Tapi tiga hal yang terlihat jelas adalah sampah plastik, jalur migrasi paus, dan sampah di Wakatobi yang semakin banyak,” ungkap Anton.
Meski harus dikubur, rencananya tulang dari paus tersebut akan dijadikan spesimen di Akademi Komunitas Perikanan dan Kelautan Wakatobi.
Kondisi paus yang mati ini sangat memprihatinkan. Dalam perut paus tersebut, ditemukan sampah plastik berupa penutup galon, botol plastik, tali rafia, sobekan terpal, botol parfum, sandal jepit, kresek, piring plastik, gelas plastik, dan jaring.
https://sains.kompas.com/read/2018/11/22/183400823/memang-jalur-migrasinya-temuan-bangkai-paus-di-wakatobi-tidak-aneh