BANDUNG, KOMPAS com - Kepala Laboratorium Teknologi Polimer dan Membran ITB yang juga seorang dosen di Institute Teknologi Bandung (ITB) Akhmad Zainal Abidin menilai bahwa sampah bisa membawa manfaat dan menambah nilai ekonomi masyarakat.
Namun, diperlukan pengelolaan sampah yang baik. Untuk itu, pihaknya mencetuskan program Manajemen Sampah Zero (Masaro) yang merupakan konsep pengelolaan dan pengolahan sampah agar bisa menjadi solusi dalam menanggulangi sampah di Indonesia.
"Konsep ini telah terbukti bukan hanya mampu mengatasi masalah sampah, tetapi juga memberikan pendapatan tambahan bagi masyarakat yang terlibat," ucapnya seperti dikutip di laman ITB, Minggu (18/11/2018).
Dosen dari KK Perancangan dan Pengembangan Produk Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri (FTI) ITB itu mengatakan, prinsip yang dilakukan Masaro antara lain pemilahan sampah langsung di sumber, pengolahan sampah di dekat sumber, pelibatan masyarakat, pemerintah, dan industri.
Sebelum tercetus program ini, Laboratorium Teknologi Polimer dan Membran (LTPM) ITB telah melakukan riset pada 2009 mengenai pengolahan sampah plastik menjadi bahan bakar melalui proses pirolisis, yakni proses dekomposisi senyawa organik yang terdapat dalam plastik melalui proses pemanasan katalitik dengan tanpa melibatkan oksigen.
Riset tersebut berhasil dan dapat menghasilkan bahan bakar minyak dengan nilai oktan yang bagus.
"Ada tiga fokus riset yang telah dilakukan oleh LTPM yakni pengolahan sampah menjadi penguat jalan aspal (plastipal), dan kedua menjadi BBM, ketiga dari sampah styrofoam menjadi zat pembersih sulfur untuk solar pertamina.
Skema Industri Masaro
Skema industri pengolahan sampah Masaro sendiri diawali dengan pemilahan sampah oleh masyarakat menjadi beberapa jenis.
Pertama, sampah membusuk yang dicacah lalu diolah sehingga bisa menghasilkan pupuk organik cair, konsentrat pakan organik cair, dan media tanam dalam polybag.
Kedua, sampah plastik film yang di-shredding terlebih dulu baru diolah dengan alat tertentu hingga menghasilkan BBM dan Plastipal.
Ketiga, sampah daur ulang (plastik kemasan, keras, logam dan kaca) yang dipilah dan di-press sehingga dapat menjadi bahan baku industri kreatif dan industri daur ulang yang mengolah kembali plastik, logam, kertas dan gelas yang sudah terpilah.
Terakhir, untuk sampah bakar dipilah dulu menjadi sampah bakar non B2 atau tidak mengandung bahan berbahaya dan sampah bakar B2.
Sampah bakar non B2 menjadi bahan bakar unit produksi BBM dan abu hasil pembakarannya menjadi bahan media tanam. Sementara itu, sampah bakar B2 bisa diinsenerasi di insinetator spesial B2 (yang seyogyanya dilakukan oleh Pemda setempat).
Hal terpenting dari Masaro adalah kemampuannya untuk mengolah seluruh sampah dan menjadikannya produk yang memiliki manfaat dan nilai ekonomis yang tinggi.
Beberapa contoh adalah pengolahan sampah plastik kresek dan bungkus makanan menjadi bahan bakar minyak pengganti minyak tanah dan penguat jalan aspal, serta pengolahan satu kilogram sampah yang membusuk menjadi 10 liter pupuk ataupakan organik cair yang dapat dimanfaatkan masyarakat untuk sawah 1 hektar dari awal sampai panen.
"Melalui skema ini, sampah betul-betul menjadi zero," kata Akhmad.
Sejauh ini, konsep Masaro sudah diterapkan di Indramayu, Cilegon, dan Cirebon dengan berkolaborasi antara pemerintah dan industri.
Konsep ini tidak hanya menghasilkan niai ekonomi baru dari sampah, tetapi juga berpotensi menghemat anggaran dalam pengolahan sampah karena dapat mengurangi kebutuhan akan TPS dan TPA.
https://sains.kompas.com/read/2018/11/19/200600823/lewat-konsep-masaro-dosen-itb-ubah-sampah-jadi-bbm-hingga-pupuk.