Karya seni figuratif ini 5.000 tahun lebih tua dari pemegang rekor sebelumnya, yakni lukisan gua yang berasal dari Sulawesi, Indonesia.
Dalam dunia arkeologi, gua-gua yang berada di dalam hutan Kalimantan Timur terkenal memiliki banyak lukisan kuno. Namun, usianya diperkirakan relatif muda, hanya sekitar 10.000 tahun.
Namun, saat arkeolog dan geokimiawan Maxime Aubert dari Griffith University, Australia, melakukan penanggalan radiometrik terhadap salah satu gua di Kalimantan, ia menemukan bahwa usianya jauh lebih tua dari lukisan gua di Sulawesi.
Dalam memastikan jejak seni prasejarah itu, ia tidak hanya menguji lukisan ternak yang kemungkinan merupakan gambaran banteng. Aubert juga menguji segudang siluet tangan yang tersebar di seluruh gua.
"Lukisan gua tertua ini mirip seperti gambar binatang besar yang sulit diidentifikasi, mungkin ini adalah spesies sapi liar yang dulu berkeliaran di hutan Kalimantan. Kami memperkirakan usia minimumnya sekitar 40.000 tahun dan saat ini menjadi karya seni figuratif tertua yang diketahui," jelas Aubert yang juga menganalisis usia lukisan gua di Sulawesi dalam pernyataan resminya.
Seperti dilansir Science Alert, Rabu (7/11/2018), karya seni tertua bukan hanya lukisan gua. Ada juga karya seni pahat tertua, berupa patung Löwenmensch dari Jerman. Patung berkepala manusia dan tubuh manusia ini usianya sekitar 35.000 sampai 40.000 tahun.
Proses penanggalan lukisan gua
Bagaimana menganalisis usia lukisan gua? Jika Anda seberuntung Aubert dan timnya, Anda akan menemukan beberapa batuan yang usianya ribuan tahun tumbuh di sekitar lukisan gua.
Dalam hal ini, Aubert menemukan beberapa bagian gambar banteng tertutup lapisan kalsit.
Lapisan kalsit itu kemudian diuji dengan teknik yang disebut penanggalan uranium-thorium.
"Air hujan merembes melalui batu kapur dan melarutkan sejumlah kecil uranium. Uranium bersifat radioaktif dan seiring berjalannya waktu membusuk menjadi elemen lain, torium. Tingkat pembusukan diketahui dengan tepat," ujar Aubert kepada Science Alert.
"Kuncinya adalah uranium larut di air tapi torium tidak. Jadi ketika kalsit membentuk lapisan dari air hujan dan menutupi lukisan, awalnya itu mengandung uranium tetapi tidak ada torium. Jika kita mengambil sampel (dari) ribuan tahun kemudian dan mengukur rasio uranium versus torium, kita dapat menghitung usia lapisan," jelasnya.
Cap tangan lain dengan pigmen warna murbei gelap usianya jauh lebih muda, sekitar 20.000 tahun sampai 21.000 tahun.
Aubert memprediksi, sekitar tahun itu manusia baru mengenal karya seni lain. Hal ini dibuktikan dengan gambaran tongkat manusia, perahu, dan bentuk geometris yang diwarnai dengan pigmen hitam.
Meski tidak diketahui pasti mengapa manusia purba melukiskan hal tersebut, bagi para arkeolog perubahan gaya dan konten dalam lukisan gua sangat menarik.
"Mungkin ini mencerminkan kedatangan gelombang manusia lain atau evolusi dalam perkembangan seni yang bertepatan dengan permulaan Maksimum Glasiar Besar dan potensi peningkatan populasi di Kalimantan," ujarnya.
Catatan sejarah menuliskan, manusia purba telah mendiami pulau Borneo sekitar 70.000 sampai 60.000 tahun yang lalu. Namun anehnya, tak ada jejak seni gua pada era tersebut.
Membandingkan dengan lukisan gua Sulawesi, seni gua di Kalimantan Timur juga mewakili pergeseran dan bagaimana kita perlu berpikir tentang budaya dunia.
Sebelumnya Eropa dianggap sebagai tempat kelahiran dan pusat kreativitas manusia.
Namun para arkeolog melihat, seni di Kalimantan dan Sulawesi juga mencerminkan tentang pengalaman manusia yang tinggal di sana. Dari usia lukisan di Kalimantan dan Sulawesi, Aubert melihat ada pola migrasi.
"Karya seni lukisan gua berpotensi diekspor dari Kalimantan ke Sulawesi dan berpotensi lebih jauh ke Papua dan Australia," tutupnya.
https://sains.kompas.com/read/2018/11/08/184416423/lukisan-dinding-tertua-ada-di-gua-kalimantan-bentuknya-mirip-banteng