Hasil penelitian yang dipublikasikan di jurnal Neuroscience ini menambah bukti tentang pengaruh respirasi pada persepsi dan kognisi manusia.
Artin Arshamian, peneliti di Departemen Neuroscience Klinis, Karolinska Instutet dan koleganya telah membandingkan efek pernapasan lewat hidung dan mulut selama satu jam periode konsolidasi. Para peserta yang terlibat diminta mengingat 12 macam bau pada dua kesempatan terpisah.
Dilansir Eurekalert, Senin (22/10/2018), hasil menunjukkan bahwa peserta lebih mengingat bau yang dihirup lewat hidung dibanding mulut.
Aktivitas di otak
"Langkah selanjutnya adalah mengukur apa yang sebenarnya terjadi di otak saat bernapas dan bagaimana hal ini terhubung dengan memori," kata Arshamian dilansir Science Daily, Senin (22/10/2018).
"Ini sebelumnya merupakan kemustahilan praktik karena elektroda harus disisipkan langsung ke otak. Kami telah berhasil mengatasi masalah ini dan telah mengembangkannya. Kolega saya Johan Lundström mendapatkan cara mengukur aktivitas di bohlam penciuman dan otak tanpa harus memasukkan elektroda".
Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa reseptor di bohlam penciuman tidak hanya mendeteksi bau tapi juga variasi dalam aliran udara itu sendiri.
Pada fase penghirupan dan pernapasan yang berbeda, bagian otak yang berbeda diaktifkan.
Meski penelitian ini tidak mengukur aktivitas otak, para ahli berhasil membuktikan pernapasan hidung dapat memfasilitasi komunikasi antara jaringan sensorik dan memori sebagai yang diputar dan diperkuat selama konsolidasi.
"Gagasan bahwa pernapasan memengaruhi perilaku kita sebenarnya bukan hal baru. Hal ini sudah ada sejak ribuan tahun, terutama digunakan untuk meditasi. Namun belum ada yang berhasil membuktikan secara ilmiah apa yang sebenarnya terjadi di otak," imbuh Arshamian.
https://sains.kompas.com/read/2018/10/23/193200823/bau-yang-dicium-hidung-lebih-lama-tersimpan-dalam-ingatan