Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Detoks Ekstrem ala Beyonce Bagian II, Menjajal 5 Hari Tidak Makan

KOMPAS.com — Seperti yang dijelaskan dalam artikel sebelumnya, detoks Master Cleanse ala Beyonce mengharuskan pengikutnya untuk tidak makan selama seminggu. Sebagai gantinya, orang-orang yang menjalani puasa ini hanya minum teh dan limun yang terbuat dari sirup mapel dan cabai cayenne.

Di Indonesia, diet ini diadopsi oleh Nade Detox. Pendiri label detoks ini, Ivanda Cherlin, mengatakan, detoksnya berfungsi untuk membersihkan tubuh dari “racun” dan menurunkan berat badan tanpa rasa lapar maupun lemas.

Untuk membuktikan klaim ini, penulis memutuskan untuk menjalaninya dari hari Rabu (17/10/2018) hingga Minggu (21/10/2018) atau selama lima hari yang merupakan durasi minimum dari versi full Nade Detox.

Lalu, karena “racun” tidak bisa dikuantifikasi, penulis hanya akan menggunakan berat badan sebagai patokan.

Dalam wawancara pada Senin (8/10/2018) di sebuah kafe di Jakarta, Ivanda telah menjabarkan bagaimana pengalaman detoks ini.

Pada hari pertama, penulis akan masih merasa lapar. Pada hari kedua, penulis bisa mengalami pusing, mual atau diare, tetapi masih dalam taraf yang bisa ditoleransi. Pada hari ketiga, gejala masih sama dengan hari kedua, tetapi dalam taraf yang lebih rendah. Baru pada hari keempat, penulis akan merasa normal kembali dan bisa melanjutkan detoks sampai hari ke tujuh.

Untuk mengatasi rasa lapar, triknya adalah mengunyah es batu. Berbekal penjelasan tersebut, penulis pun menyetok es batu sehari sebelum menjajal detoks ekstrem ini.

Inilah yang terjadi:

Hari ke-1 – 77 kilogram

Rupanya, meminum satu liter air hangat asin bukan hal mudah. Apalagi, penulis memang tidak punya nafsu makan di pagi hari, tidak suka makanan asin, dan tidak minum minuman hangat.

Untuk menghabiskan satu liter air laut pada pukul 12 siang itu, penulis membutuhkan waktu hampir 1 jam. Alhasil, air garam gagal memaksa penulis untuk ke toilet dan mengosongkan usus.

Campuran limun rasanya lebih enak. Benar-benar seperti limun, tetapi lebih pedas. Limun ini hanya efektif mengganjal lapar selama kurang lebih setengah jam.

Hari pertama, mood penulis rusak karena lapar hingga akhirnya memutuskan untuk berhenti bekerja dan pulang.

Malam pertama merupakan yang paling menyiksa. Bayangan-bayangan martabak dan bakmi bagaikan fatamorgana di kamar yang gelap.

Hari ke-2 – 76 kilogram

Entah karena melihat jarum timbangan yang bergeser ke kiri atau hal lainnya, penulis tidak merasa lapar di pagi hari.

Kali ini, penulis mengurangi dosis garam menjadi setengahnya agar lebih mudah untuk diminum. Namun, hasilnya lagi-lagi tidak efektif. Campuran air garam membuat perut penulis bergemuruh seharian dan sedikit diare pada malam hari.

Dibanding hari pertama, hari kedua lebih mudah. Rasa lapar baru muncul pada pukul 15.22. Namun, ketika penulis akan tidur di malam hari, rasa lapar menjadi begitu mendera.

Penulis bahkan sempat berdiri selama 5 menit memandangai kotak kue kering 100 kalori yang berada di atas kulkas. Dalam hati, ada perdebatan, "Apakah rasa kue kering tersebut cukup setimpal untuk membatalkan perjuangan selama dua hari?"

Dengan berat hati, penulis pun kembali ke kamar dan berusaha untuk tidur.

Hari ketiga – 75,5 kilogram

Tidak seperti hari pertama dan kedua di mana penulis buang air besar sebelum minum air garam, kali ini penulis tidak ada keinginan untuk ke toilet.

Dengan harapan bisa segera ke toilet, penulis pun meneguk air garam satu liter pada dosis sebenarnya dengan cepat pada pagi hari dan minum Tea Time pada sore hari. Namun apa daya, penulis hanya bisa buang air kecil dan perut terasa kembung hingga sore hari.

Pada hari ketiga, penulis juga mengalami nyeri pada perut atas yang muncul dan hilang. Namun, rasa sakit itu tidak terlalu mengganggu dan penulis masih bisa melanjutkan program ini.

Keinginan untuk makan makanan padat dan rasa lapar hilang begitu saja. Bahkan untuk kali pertama selama menjalani program ini, penulis bisa menonton video review-review makanan di Youtube, seperti “Taste This”-nya Pijaru, tanpa keinginan untuk menggoreng nugget yang ada di freezer.

Hingga pukul 22.00 malam, penulis hanya bisa menghabiskan dua pertiga dari campuran limun, dan akhirnya, penulis tidur dengan mudah tanpa merasa lapar.

Hari ke-4 – 75 kilogram

Penulis akhirnya bisa buang air besar kembali, walaupun tidak ada yang padat. Lalu, setelah minum air garam, penulis akhirnya merasakan efek laksatif yang seharusnya dan buang air besar kembali walaupun tetap hanya berupa air.

Diare ini rupanya membuat perut lebih cepat merasa lapar. Pada pukul 12.00, penulis mulai meminum campuran limun.

Pada hari keempat ini, penulis juga menjadi lemah otak alias lemot. Celakanya, penulis sudah berjanji untuk menonton First Man, sebuah film tentang Neil Armstrong, orang pertama yang mendarat ke bulan.

Sepanjang film, penulis tidak pernah melepaskan mata dari layar, tetapi rasanya otak tidak bisa mengikuti isi ceritanya. Tidak jarang penulis harus menyenggol teman yang duduk di sebelah untuk bertanya sampai di mana plot film dan siapa yang baru saja meninggal.

Kelemotan ini semakin nyata ketika di tengah film, penulis harus ke toilet. Penulis yakin tadinya melewati jalan pintas dari depan studio untuk sampai ke toilet, tetapi setelahnya penulis tidak bisa menemukan jalan pintas itu kembali dan harus memutar lewat lobi bioskop.

Selagi berjalan melewati kios tiket dan popcorn, penulis merasa malu dengan diri sendiri. Untung film ini adalah agenda terakhir di hari keempat.

Hari ke-5 – 74,8 kilogram

Lagi-lagi, penulis kesulitan buang air besar seperti hari ketiga. Mungkin inilah mengapa penurunan berat badan pada hari ini tidak sesignifikan hari-hari sebelumnya.

Lalu karena ini adalah hari terakhir, rasa tidak sabar untuk segera mengakhiri detoks dan makan kembali hampir tidak bisa ditahan. Penulis juga sudah bosan meminum limun selama lima hari berturut-turut tanpa merasakan makanan lainnya.

Alhasil, penulis pun memutuskan untuk mencuranginya dengan tidur lebih awal dari biasanya agar besok segera datang.

Sisi positifnya, penulis berhasil menutup resleting gaun yang memang tidak pernah cukup. Bagi Anda yang bertanya-tanya, penulis memang membeli gaun itu pada tahun lalu dengan asumsi akan melakukan diet dan menurunkan berat badan.

Konklusi

Pada hari keenam, yakni ketika artikel ini selesai ditulis, berat badan penulis menyentuh 74,6 kilogram. Ini berarti penulis telah berhasil menurunkan 2,4 kilogram sejak pertama kali memulai program ini.

Seperti yang dikatakan Ivanda, penulis memang tidak merasa lemas atau lapar, setidaknya dalam tiga hari terakhir. Ketika menjalani program ini, penulis juga tidak perlu tidur selama biasanya dan tidak merasa ngantuk di siang hari.

Pertanyaan bersarnya, apakah penulis akan mengulanginya?

Mungkin, tetapi untuk alasan yang lebih darurat, seperti berat badan naik mendadak dan acara kumpul-kumpul keluarga besar hanya tinggal hitungan hari. Di luar itu, penulis belum siap untuk melakukannya lagi, bahkan kalaupun pemerintah redaksi Kompas.com mengeluarkan surat perintah.

Catatan redaksi: Artikel ini merupakan hasil pengalaman pribadi penulis dan mungkin tidak akan merefleksikan pengalaman Anda.

Artikel ini akan berlanjut ke keterangan dokter

https://sains.kompas.com/read/2018/10/23/132002923/detoks-ekstrem-ala-beyonce-bagian-ii-menjajal-5-hari-tidak-makan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke