Diikuti oleh 43 negara dengan 17 cabang olahraga mengingatkan kita bahwa orang dengan disabilitas juga bisa berprestasi dan memiliki kemampuan bersaing.
Namun, perjuangan mereka tak berhenti sampai Asian Para Games saja. Mereka juga memiliki lebih banyak tantangan untuk bersaing di dunia nyata, mulai dari pekerjaan, mendapat akses, dan mobilitas.
Menghadapi masalah tersebut, banyak ahli percaya bahwa teknologi dapat menyelesaikannya.
Salah satu teknologi untuk membantu penyandang disabilitas telah dibuat oleg Hugh Herr, Profesor biometrik di MIT Media Lab ini mencoba membuat teknologi perintis bernama bionik untuk membantu kaum difabel.
"Ini adalah revolusi bionik, di mana kami mengembangkan teknologi yang cukup canggih untuk meniru fungsi-fungsi penting dalam fisiologis," ujar Hugh Herr dilansir BBC, September 2012.
Pria dengan disabilitas yang juga menjadi ahli teknologi utama iWalk itu sangat yakin pada bionik. Terlebih setelah ia menggunakan teknologi yang dirancangnya sendiri.
Sejak ia mengembangkan bionik, dan kini ia mengaku masih dapat menjalani hobinya melakukan pendakian.
Bionik didesain sedemikian rupa agar fungsinya sama seperti anggota tubuh manusia normal. Hal ini mungkin yang membuat bionik menjadi sangat diminati dan tersedia di puluhan pusat layanan kesehatan seluruh AS.
Salah satu pengguna iWalk yang bekerja di pabrik mengaku dapat kembali bekerja setelah dua minggu kaki palsunya dipasang.
"Kami dapat membuat banyak orang kembali bekerja dan meringankan beban ekonomi. Orang yang memiliki keterbatasan fisik seperti pincang sering mengalami nyeri punggung dan sendi. Pengguna (bionik) kami telah memangkas obat pereda nyeri itu menjadi setengah sampai tiga perempat, ini jumlah yang sangat besar," ujarnya.
Barbara Otto, kepala eksekutif Think Beyond The Label, organisasi nirlaba AS yang membantu perusahaan mengatasi masalah utama saat memperkerjakan kaum disabilitas, yakni kebingungan.
"Sebagian besar perusahaan mengaku sangat rumit untuk menemukan semua hal yang relevan saat merekrut pekerja dengan disabilitas," ujar Otto.
Untuk mengatasi masalah tersebut, Think Beyond The Label menciptakan sistem digital yang bisa menghubungkan calon karyawan dengan pemilik perusahan. Dari sinilah, keterampilan tertentu dan kebutuhan bisnis bisa terjalin.
Cara ini sekaligus menghilangkan stigma yang sering membuat orang cacat sulit mendapat pekerjaan.
"Hal terbesar dari cara ini adalah orang tidak perlu bepergian untuk mencari pekerjaan. Jadi ini meruntuhkan segala macam hambatan yang mungkin dimiliki majikan dan orang dengan disabilitas yang ingin mendapat pekerjaan," katanya.
Menurutnya, hal yang penting dilakukan adalah menjual perspektif berbeda yang dapat dilakukan karyawan disabilitas.
"Saya selalu mengatakan, kalau Anda ingin punya karyawan yang berpikir out of the box, carilah orang dengan disabilitas, karena mereka sudah hidup dengan cara out of the box," ujarnya.
Otto percaya, orang dengan disabilitas memiliki cara unik untuk bertahan hidup, sebab itu mereka memiliki segudang inovasi.
Akses mendapat pekerjaan
Ketika Think Beyond The Label menyediakan alat praktis untuk penyandang cacat dan iWalk milik Herr menawarkan masa depan lewat bionik, kedua hal itu mungkin harus dilengkapi dengan alat lain untuk membantu kaum difabel mendapat pekerjaan.
Alan Roulstone, profesor inklusi disabilitas di Northumbria University, Inggris, sangat percaya bahwa hal paling penting untuk membantu penyandang cacat memiliki pekerjaan adalah adanya aplikasi navigasi lingkungan.
"Mengingat bagaimana telepon dan GPS berkembang, saya pikir nantinya akan ada aplikasi smartphone yang memungkinkan orang dengan gangguan penglihatan, penurunan kognitif atau isleksia dan sebagainya dapat mengenali lingkungan mereka," kata Alan.
"Ada begitu banyak rasa sakit dan penderitaan yang dirasakan orang dengan kondisi tubuh tidak sempurna. Jadi, hal yang paling penting dilakukan kita adalah mengurangi rasa sakit dan penderitaan itu," imbuh Herr.
Di masa depan, mungkin tak akan ada lagi yang bisa disebut penyandang disabilitas sebab ketidaksempurnaan bisa diatasi dengan teknologi.
https://sains.kompas.com/read/2018/10/07/192230923/tak-akan-ada-yang-cacat-di-masa-depan-revolusi-bionik-telah-datang