KOMPAS.com - Waktu dan ketinggian tepat tsunami di Palu pekan lalu telah terungkap. Hal ini berkat data dari stasiun pengamatan pasang surut Badan Informasi Geospasial (BIG) di Pelabuhan Pantoloan, Palu.
Setelah kedua hal yang simpang-siur ini terungkap, muncul pertanyaan apakah skenario terjadinya tsunami juga ikut berubah?
Untuk menjawab hal tersebut, Kompas.com menghubungi Widjo Kongko, ahli tsunami dari Badan Pengkajian dan Pernerapan Teknologi (BPPT).
Menurut Widjo, hingga saat ini belum bisa dikonfirmasi secara detail sumber tsunami Palu pada Jumat (28/9/2018) lalu dari apa, terutama untuk menjawab apakah asumsi longsoran bawah laut dalam tsunami tersebut benar terjadi.
"Karena ini sebetulnya kan sumbernya sesar geser. Dan sesar geser biasanya tidak (menimbulkan tsunami) terlalu tinggi," kata Widjo melalui sambungan telepon, Jumat (5/10/2018).
"Tetapi dalam model saya, yang sesar geser tanpa longsoran itu pun sudah sampai (ketinggian tsunami) hampir 2 meter," sambungnya.
Inilah yang, menurut Widjo, menciptakan spekulasi bahwa terjadi longsoran di bawah laut.
"Tapi kemungkinan (tetap) ada, karena ini memang harus dibuktikan," ujar Widjo.
"Ada kemungkinan, tapi kita belum yakin betul," tambahnya.
Widjo juga menjelaskan, kemungkinan yang paling besar adalah dari gempa bumi dan adanya longsoran.
"Jadi campur gitu," ujarnya.
Untuk membuktikan adanya longsoran yang diasumsikan oleh banyak ahli, saat ini Widjo bersama tim gabungan berbagai bidang bersiap melakukan survei bawah laut.
"Survei yang kami lakukan dengan Baruna Jaya I adalah pemetaan batimetri atau pemetaan bawah laut," tutur Widjo.
"Jadi nanti kelihatan ada longsoran atau tidak. Survei kita sangat penting (untuk mengetahui hal tersebut)," imbuhnya.
https://sains.kompas.com/read/2018/10/06/100700223/teka-teki-yang-tersisa-dari-kejadian-tsunami-palu