Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

4 Penderita HIV Ikuti Jakarta Maraton 2018, Bagaimana Pelatihannya?

KOMPAS.com – 28 Oktober 2018, Jakarta Maraton 2018 akan digelar. Para pelari akan melakukan lari maraton dengan jarak tempuh 42 kilometer.

Uniknya, acara ini akan diikuti oleh empat orang dengan HIV/AIDS (ODHA). ODHA yang sering dianggap bertubuh lemah, tidak dapat melakukan apa-apa, dan dekat dengan akhir usia, membuat kita bertanya bagaimana mereka dapat melakukannya?

Ditemui pada Kamis (20/09/2018), di Jakarta, Andri Yanto, pelatih lari maraton bagi empat ODHA in, menuturkan bagaimana mereka akan mampu menyelesaikan acara ini.

“Kita bertanya, 'Emang mereka bisa?' Saya menarik kesimpulan teman-teman ODHA ini lebih bugar daripada kebanyakan orang. Seperti mas Tesa (salah satu dari ODHA) ini, dia bisa berlari 10 kilometer dalam waktu 40 menit. Pertanyaannya yang lain bisa enggak?” ungkapnya dalam konferensi pers kampanye #SayaBerani #SayaSehat.

Ia menambahkan contoh, Davi, salah satu ODHA juga, dapat bermain bulu tangkis selama empat jam dalam sehari. Capaian yang menurut Andri sulit untuk dilakukan masyarakat biasa.

Meskipun kemampuan fisik mereka serupa dengan manusia normal, Andri menjelaskan bahwa ODHA tetap menemui kesulitan dalam pelatihan.

“Tapi apakah akan berjalan mulus, tentu saja tidak. Biasanya permasalahan hanya pada waktu latihan. Kalau waktu kita bisa maklumi karena mereka pun bukan atlet. Tapi dalam sisi kebugaran, sejauh ini yang saya lihat data dan pengakuan, semua lancar,” jelas Andri.

Dalam pelatihannya, Ahli lebih menekankan pentingnya mental pelari daripada fisik.

“Yang paling pertama saya pompa adalah mentalnya. Buat orang yang tidak biasa lari jarak jauh, biasanya mereka takut duluan. Kalau kita bayangkan 42 kilometer itu kaya bandara Halim ke Soetta,”

Davi turut berkomentar tentang pelatihan dalam menyambut Jakarta Maraton 2018. Menurut dia, metode yang diterapkan Andri adalah metode peningkatan bertahap.

“Awalnya cuma tiga kilometer, lima kilometer, dan alhamdulillah kemarin saya berhasil lari 10 kilometer. Coach Andri pernah bilang sama saya kalau fisik hanya menyumbang 10 persen keberhasilan ini. Tapi 90 persennya mental. Itu yang saya pegang,” jelas Davi saat ditemui pada kegiatan yang sama.

Dari sisi nutrisi, Andri berkata bahwa tidak ada perbedaan bagi ODHA. Mereka tetap mengonsumsi vitamin dan makanan yang sama dengan manusia normal.

Tidak hanya pada mereka yang akan melakukan lari maraton; Direktur P2PL, Kementerian Pariwisata, Dr. Wiendrea Waworuntu berkata bahwa tidak ada pantangan dalam nutrisi dan makanan bagi ODHA.

“Nutrisi pada ODHA sama dengan nutrisi orang biasa. Makan dengan gizi seimbang. Kalau dia ibu hamil, tentu dia ikuti gizi ibu hamil. Sama semuanya,” ungkap Wiendrea.

Dengan mengikuti Jakarta Maraton 2018, ODHA mempunyai misi tersendiri untuk membuktikan kepada masyarakat bahwa ODHA bisa melakukan sesuatu. Lebih lanjut, mereka ingin memperlihatkan pada masyarakat bahwa ODHA bisa melakukan lebih dari masyarakat normal yang bisa lakukan.

“Ini aing ODHA, aing bisa lari 42 kilometer, maneh bisa teu? (Ini saya ODHA, saya bisa lari 42 kilometer, kamu bisa enggak?)”  tutur Tesa, salah satu ODHA.

https://sains.kompas.com/read/2018/09/21/190900423/4-penderita-hiv-ikuti-jakarta-maraton-2018-bagaimana-pelatihannya-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke