KOMPAS.com - Tahun depan Indonesia akan merayakan pesta demokrasi, yaitu pemilihan umum (pemilu). Sayangnya, hal ini juga membuat masyarakat menjadi dua kubu pendukung calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres).
Hal serupa ternyata juga terjadi di Amerika Serikat. Iklim politik yang sangat terpecah antara dua kubu yang bertentangan, para pendukung partai Republik dan Demokrat negara itu telah mengambil ancang-ancang untuk mempertahankan posisi masing-masing.
Ini merupakan masalah yang dihadapi oleh sistem pemerintahan yang berdasarkan kompromi.
Pakar-pakar ilmu pengetahuan sosial menunjukkan bahwa rakyat Amerika pada umumnya senang menggabungkan diri dalam kelompok-kelompok yang punya kepentingan sama.
Sering kali anggota kelompok tersebut sulit mengubah pendapat mereka, terutama jika menyangkut hal yang berkaitan dengan pandangan politik.
Untuk itu, para pakar ilmu saraf berusaha mengetahui mengapa orang jarang mengubah pendapat meski harus menghadapi kenyataan yang berbeda.
Salah satu yang berusaha menjawab hal tersebut adalah Jonas Kaplan, pakar saraf dari Universitas Southern California.
Menurut Kaplan, tiap pemerintahan demokratis, mulai dari zaman Yunani kuno sampai sekarang berlandaskan pada prinsip give and take atau saling memberi.
"Diskusi bisa mengubah pandangan kita. Kalau kita berdiskusi, kita bisa saling belajar dan pada akhirnya kita akan menyesuaikan diri," ungkap Kaplan.
Tapi dalam masalah yang kontroversial seperti perkawinan sesama jenis atau pengawasan senjata api, jarang sekali ada diskusi yang bisa mengubah pandangan orang.
Kaplan ingin mengetahui apa yang terjadi dalam otak yang sangat menyulitkan kita untuk mengubah pendapat. Karena itu ia dan timnya menggunakan alat pemindai kegiatan otak atau brain scanner.
"Mula-mula, kami tunjukkan pada layar komputer sebuah pernyataan yang kami tahu diyakininya. Kemudian kami tunjukkan rangkaian lima pernyataan yang menantang atau mempertanyakan pernyataan yang pertama tadi," kata Kaplan.
Tim Kaplan kemudian berusaha melihat apakah orang yang dimaksud telah mengubah pendapatnya.
Ada perbedaan antara otak orang yang mengubah pendapatnya dan yang tidak. Hal tersebut tampak dalam bagian otak yang mengurus soal emosi.
"Kami mendapati bahwa orang-orang yang lebih banyak menggunakan bagian otak ini lebih kecil kemungkinannya untuk mengubah pandangan mereka," imbuh Kaplan.
Inilah yang membuat banyak orang sulit mengubah pandangan mereka terkait dengan politik.
Kaplan mengatakan, bagi banyak orang, keyakinan politik adalah bagian penting dalam jati diri mereka.
https://sains.kompas.com/read/2018/09/19/113300723/dalam-politik-kenapa-banyak-orang-sulit-mengubah-pendapat-