Bulan lalu, NASA membagikan sebuah rekaman yang menunjukkan gelembung metana muncul di danau Arktik. Fenomena ini terjadi ketika permafrost atau lapisan es abadi yang telah membeku selama ribuan tahun tiba-tiba mencair lebih cepat dari yang diperkirakan.
Para ilmuwan sebenarnya telah lama mengetahui bahwa saat permafrost mencair akan berpotensi melepaskan metana dalam jumlah besar ke atmosfer. Itu karena unsur organik yang lama terkurung di bawah tanah mencair dan akan terurai, melepaskan karbon dan metana (hidrokarbon) dalam prosesnya.
Para ilmuwan berpendapat, jika semua unsur organik itu dilepaskan ke atmosfer maka dampaknya terhadap perubahan iklim akan sangat besar. Total ada sekitar 1.500 miliar ton karbon terkurung di permafrost, angka tersebut hampir dua kali lipat jumlah karbon di atmosfer saat ini.
Metana juga dianggap dapat menyebabkan tanah tidak kokoh. Bila pencairan permafrost terus berlanjut, kota-kota yang ada di sekitarnya dikhawatirkan bisa tenggelam.
Dalam penelitian yang didanai NASA dan telah terbit di jurnal Nature Communications, para ahli menemukan sumber metana yang belum diperhitungkan dalam model iklim berasal dari danau "thermokarst".
Danau thermokarst terbentuk saat permafrost mendadak mencair lebih cepat dan lebih dalam ke tanah dari biasanya. Pencairan menciptakan depresi, yang kemudian diisi dengan air hujan, es, dan salju cair. Air kemudian mempercepat laju pencairan permafrost di tepi danau.
"Dalam beberapa dekade Anda bisa mendapatkan lubang pencairan yang sangat dalam, dari hanya beberapa meter hingga puluhan meter," kata Katey Walter Anthony, dari University of Alaska Fairbanks, dilansir Newsweek, Kamis (14/9/2018).
Anthony dan timnya melakukan pengukuran pada 11 danau thermokarst dan menggunakan model komputer untuk menunjukkan bahwa dampak dari pencairan permafrost akan meningkat lebih dari dua kali lipat dari perkiraan sebelumnya.
Mereka menemukan gelembung metana muncul di 72 titik pada danau yang dikaji, kemudian mereka mengukur jumlah gas yang dikeluarkan oleh lapisan es di bawah air. Lalu mereka membandingkannya dengan pencairan permafrost yang terjadi secara normal di danau Arktik.
Hasilnya, pencairan permafrost yang mendadak di danau thermokarst memberikan dampak yang signifikan dalam pelepasan metana. Sayangnya, hal ini belum diperhitungkan dengan benar dalam skenario perubahan iklim.
"Mekanisme pencairan secara tiba-tiba dan pembentukan danau thermokarst sangat penting untuk menjadi masukan tentang karbon abad ini. Kami tidak perlu menunggu 200 atau 300 tahun untuk mendapatkan pelepasan besar karbon permafrost ini," imbuh Anthony.
Khawatir dengan fenomena ini, Walter Anthony menyerukan kasus ini bisa mendapat perhatian serius dan dimasukkan ke dalam model iklim untuk mendapatkan gambaran yang lebih akurat tentang perubahan iklim di masa depan.
Kata ahli lain
Torben Christensen, seorang profesor di Departemen Geografi Fisik dan Ilmu Ekosistem Universitas Lund yang tidak terlibat dalam studi mengaku sepakat dengan seruan Anthony.
"Apa yang penelitian katakan adalah kita memiliki warisan karbon tua di ekosistem alam yang telah disimpan selama ratusan hingga ribuan tahun, dan kini mulai mencair. Ini menambahkan daftar pelepasan (metana) alami untuk atmosfer dan itu harus diperhatikan secara serius dalam proyeksi iklim," ujar Christensen.
Meskipun belum dikonfirmasi, namun para Ilmuwan sepakat bahwa hal ini disebabkan oleh permafrost yang mencair dan membentuk kantung-kantung metana. Ketika tekan di dalam kantung tersebut sangat tinggi, kantung tersebut meledak dan menciptakan lubang.
Ketika fenomena ini terus berlanjut, akhirnya akan menyebabkan masalah pada wilayah kota karena tanah menjadi lebih lembut, jalan-jalan melengkung dan bangunan mulai tenggelam ke tanah.
https://www.newsweek.com/arctic-permafrost-lakes-bubbling-methane-nasa-1119624
https://sains.kompas.com/read/2018/09/17/183500023/nasa--gelembung-metana-di-danau-arktik-adalah-kabar-buruk