Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Membela Kampung untuk Mengentaskan Papua Barat dari Malaria

MANOKWARI, KOMPAS.com – Menanggapi keberhasilan Teluk Bintuni dalam menurunkan angka kasus malaria menggunakan sistem Diagnosis Dini dan Pemberian Pengobatan secara Tepat (EDAT), Menteri Kesehatan Nila F Moeloek mengungkapkan keinginan Kemenkes untuk mengkaji dan menularkannya ke daerah lain.

Di Papua Barat sendiri, program serupa dengan EDAT yang sedang diuji coba adalah Bela Kampung yang sudah berjalan sejak 2017.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat Otto Parorrongan, SKM, M Mkes berkata pada Senin (26/8/2018) di Manokwari bahwa program ini merupakan hasil pembelajaran keberhasilan Kabupaten-Kabupaten di Papua Barat dalam membasmi malaria, termasuk sistem EDAT di Bintuni.

Mirip dengan EDAT, program ini memberdayakan masyarakat untuk terlibat langsung dalam pengendalian malaria. Para kader dilatih untuk mengambil darah dan mengujinya untuk malaria.

Akan tetapi, kemiripan Bela Kampung dan EDAT berhenti sampai di situ.

Berbeda dengan EDAT yang masyarakatnya diperbolehkan untuk memberikan obat malaria hanya dengan melihat warna pada timbangan, Bela Kampung hanya memperbolehkan petugas kesehatan untuk memberikan obat hingga tuntas setelah mendapat laporan dari kader.

Selain itu, tugas kader Bela Kampung adalah menggerakan masyarakat, misalnya mengampanyekan 3M (menguras wadah air, menutup rapat semua wadah air, dan mengubur barang bekas yang dapat menampung air hujan), memantau apakah kelambu nyamuk yang dibagikan dipakai atau tidak, dan memberikan sosialisasi tentang program-program pengendalian malaria.

Edi Sunandar, Kasie Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat, berkata bahwa bahwa Bela Kampung tidak mereplikasi EDAT karena kondisi kabupaten yang berbeda-beda.

Dari segi pembiyaan, misalnya. Kabupaten Teluk Bintuni memiliki APBD tertinggi di Papua Barat dan bekerjasama dengan perusahaan BP-LNG Tangguh dalam menjalankan program EDAT. Sementara itu, APBD Kabupaten lain tidak sekuat Teluk Bintuni dan kesulitan mencari perusahaan yang mau diajak terlibat langsung.

“Kalau direplikasi, saya yakin susah dilaksanakan, terutama tim malaria. Karena di tempat lain pasti (petugas kesehatan) merangkap (berbagai penyakit),” ujar Edi.

Dia mengakui bahwa dalam penuntasan malaria, memang dibutuhkan kader-kader yang fokus pada malaria. Idealnya, masing-masing kampung memiliki satu kader yang fokus malaria.

Akan tetapi, nyatanya ada 1.500 kampung di Papua Barat dan baru ada 65 kader di Manokwari, Manokwari Selatan, Sorong, Sorong Selatan, Fakfak, dan Teluk Wondama.

Oleh karena itu, Bela Kampung juga mengidentifikasikan kampung-kampung mana yang kasus malarianya paling tinggi untuk dijadikan sasaran utama intervensi dan diamati selama dua bulan.

Sejauh ini, Edi menilai bahwa Bela Kampung cukup berhasil dalam menurunkan kasus malaria. Di Manokwari yang pada tahun lalu mencatat angka kasus malaria hingga 6.929, Edi berkata bahwa pada tahun ini yang tercatat baru sekitar 2.000 kasus.

https://sains.kompas.com/read/2018/09/01/190800323/membela-kampung-untuk-mengentaskan-papua-barat-dari-malaria

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke