KOMPAS.com - Jerawat memang bukan penyakit yang mematikan. Tapi bagi banyak orang, jerawat merupakan momok yang bahkan bisa menghancurkan kepercayaan diri, terutama pada masa remaja.
Belum lagi jika lesi atau luka jerawat membekas pada wajah. Itu tentu menjadi beban psikologis tersendiri.
Tak sampai di situ, masalah lainnya adalah obat jerawat. Obat-obatan yang beredar sekarang seringkali tidak menyelesaikan permasalahan.
Bahkan, tak jarang obat tersebut menyebabkan efek samping yang sulit ditoleransi seperti kulit kering dan iritasi.
Sementara dokter mengobati jerawat parah dengan regulator hormon misalnya seperti pil kontrasepsi atau isoretinoin.
Hanya saja kebanyakan pengobatan ini tidak menawarkan bantuan jangka panjang, atau dalam beberapa kasus, pengobatan ini justru tidak bekerja sama sekali.
"Pilihan pengobatan saat ini sering tidak efektif... Terapi baru, aman dan efisien sangat dibutuhkan," jelas Chun-Ming Huang, salah satu peneliti dari Departemen Dermatologi, University of California, San Diego dikutip dari Science Daily, Rabu (29/08/2018).
Untuk itu, Huang dan timnya tidak tinggal diam. Mereka mencoba membuat vaksin jerawat.
Pengembangan vaksin tersebut kemudian dipublikasikan dalam Journal of Investigative Dermatology.
Penelitian ini didasari oleh berbagai penelitian sebelumnya. Seperti yang sudak jamak diketahui, jerawat sebagai besar disebabkan oleh bakteri Cutibacterium acnes.
Penelitian sebelumnya telah menemukan bahwa C.acnes mengeluarkan racun yang disebut Christie-Atkins-Munch-Petersen (CAMP).
CAMP inilah yang menurut ilmuwan menyebabkan peradangan.
Untuk pertama kalinya, ilmuwan menunjukkan bahwa racun pemicu peradangan yang disebut dengan CAMP dapat dikurangi dengan menerapkan antibodi yang spesifik.
Langkah ini tentu menjadi terobosan yang besar, sebab jerawat yang juga dikenal sebagai acne vulgaris merupakan kondisi yang sangat rumit.
Selanjutnya, para ilmuwan melakukan eksperimen dengan tikus serta mengestrak kulit sel kulit manusia.
Mereka lantas menemukan bahwa respons peradangan ini berkurang secara signifikan dengan menerapkan antibodi pada CAMP.
"Setelah divalidasi dalam uji klinis skala besar, dampak potensial dari temuan kami sangat besar bagi ratusan juta orang yang menderita acne vulgaris," kata Huang dikutip dari Science Alert, Kamis (30/08/2018).
Namun, tentu tidak akan secepat itu untuk bisa membawa "pulang" vaksin jerawat. Tim masih perlu menguji efek samping dari vaksin dan memastikan bekerja pada manusia.
Meski begitu, ini merupakan terobosan yang menakjubkan dan akan membantu banyak orang.
https://sains.kompas.com/read/2018/08/31/183100423/pertama-di-dunia-ilmuwan-kembangkan-vaksin-jerawat