Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sudah Ribuan Tahun, Deforestasi Peradaban Maya Masih Tinggalkan Dampak

KOMPAS.com – Sebelum keruntuhan yang terjadi lebih dari 1.000 tahun yang lalu, peradaban Maya di Mesoamerika adalah rumah bagi populasi terpadat dalam sejarah manusia.

Tetapi seiring perkembangannya, peradaban kuno di semenanjung Yucatan ini justru meninggalkan tanda perusakan lingkungan yang masih terlihat hingga kini.

Hal tersebut ditemukan dalam sebuah studi baru yang dilakukan Peter Douglas, ahli Geokimia, Geologi dan Paleoklimatologi, bersama dengan tim penelitinya.

Temuan Douglas menunjukkan bahwa penggundulan hutan yang dilakukan selama berabad-abad oleh bangsa Maya secara drastis telah mengubah kemampuan hutan hujan lokal untuk menyimpan karbon di tanah.

Bahkan sampai saat ini, cadangan karbon di kawasan itu belum terpulihkan.

Douglas menegaskan, ini adalah sebuah peringatan terhadap penebangan modern di daerah tropis yang terjadi saat ini.

Padahal, skala penebangan dilakukan sekarang lebih parah dari pada apa yang dilakukan bangsa Maya Kuno.

"Ketika Anda pergi ke Yucatan hari ini, sebagian besar terlihat seperti hutan hujan tua yang padat," ujar Douglas dikutip dari Science Alert, Rabu (22/08/2018).

"Tapi ketika Anda melihat pada penyimpanan karbon tanah, tampaknya ekosistem itu berubah secara fundamental dan tidak pernah kembali ke keadaan semula," imbuhnya

Tanah merupakan komponen utama dalam mitigasi perubahan iklim karena kemampuannya dalam menyimpan karbon dalam jumlah yang cukup besar.

Bahkan menurut penelitian lainnya, tanah mampu menyimpan karbon dua kali lebih besar dari yang bisa ditahan oleh atmosfer Bumi.

Namun, seberapa lama tanah dapat menyimpan karbon jika keadaan tumbuhan sudah tidak ada?

Hal ini lah yang menarik perhatian Douglas untuk meneliti apa yang terjadi pada karbon yang tersimpan dalam rentang waktu yang berabad-abad bahkan ribuan tahun.

Dengan menggunakan tiga inti sedimen dasar danau di dataran rendah Maya, Douglas dan timnya mengidentifikasi molekul spesifik dalam sampel, yang disebut lilin tanaman.

Lilin tanaman adalah zat yang melekat, menempel, dan tersimpan di tanah untuk waktu yang lama. Umur molekul-molekul dan fosil tumbuhan di sekitarnya yang kemudian ditentukan melalui metode penanggalan radiokarbon.

Hasilnya, terdapat penurunan 70 hingga 90 persen pada usia lilin tanaman. Perubahan ini serupa dengan pola perluasan lahan yang dilakukan bangsa Maya kuno.

Ini menunjukkan bahwa setelah penggundulan hutan Maya, karbon yang tersimpan di tanah menjadi lebih singkat daripada yang seharusnya.

"Menyatukan hal-hal ini secara bersamaan, membuat kami menyadari ada satu kumpulan data penting di sini yang berkaitan dengan (dampak) penggundulan hutan atau deforestasi kuno pada perubahan kemampuan tanah dalam menyimpan karbon," jelas Douglas.

Douglas kembali menerangkan, temuan ini tidak hanya memberi tahu tentang apa yang terjadi di masa lalu, tetapi juga memberikan petunjuk tentang apa yang harus kita lakukan di masa depan.

Para ilmuwan atmosfer sepakat bahwa sekitar 12 persen dari seluruh emisi iklim buatan manusia berasal dari deforestasi tanaman yang kebanyakan berlangsung di daerah tropis.

"Ini menawarkan alasan lain untuk melindungi kawasan hutan tropis tua yang tersisa di dunia," tutur Douglas.

"Temuan ini juga bisa berimplikasi pada bagaimana kita mendesain hal-hal seperti penyeimbangan karbon, yang sering melibatkan reboisasi tetapi tidak sepenuhnya memperhitungkan penyimpanan karbon dalam jangka panjang," tambahnya.

Dengan kata lain, Douglas menyampaikan bahwa menanam pohon adalah tindakan yang sangat mulia, tetapi jika deforestasi menyebabkan kerusakan jangka panjang terhadap cadangan karbon tanah, itu semua bisa sia-sia.

Kedepannya, Douglas berharap untuk dapat melakukan penelitian yang dapat memberi manfaat secara global.

https://sains.kompas.com/read/2018/08/22/210500323/sudah-ribuan-tahun-deforestasi-peradaban-maya-masih-tinggalkan-dampak

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke