KOMPAS.com - Bagi sebagian orang, pekerjaan rumah tangga bukan hal yang menyenangkan. Akibatnya, banyak orang ingin mengalihkan pekerjaan ini.
Salah satunya kepada robot. Apalagi munculnya robot pelipat pakaian membawa kita pada satu titik di mana pekerjaan rumah tangga bisa dikerjakan oleh kecerdasan buatan.
Namun, bisakah robot mengambil alih semuanya?
Versi yang paling terkenal adalah mesin pakaian lipat Jepang, Laundroid. Satu yang lain baru-baru ini telah ditemukan juga, dengan perangkat lunak yang dirancang oleh University of California, Berkeley, dan perangkat keras oleh Rethink Robotics.
Tetapi jangan terlalu bersemangat. Robot memang punya tingkat konsentrasi yang mengagumkan untuk mengerjakan tugas, tapi kinerja mereka sangat lambat.
Laundroid, misalnya, butuh waktu empat menit untuk melipat satu pakaian. Sedangkan The Rethink Robotics perlu lima belas menit.
Robot mungkin akan datang, tetapi tidak dalam waktu dekat.
Tapi tetap saja, keberadaan teknologi ini adalah suatu prestasi. Mengembangkan robot yang dapat membantu di rumah bukan berarti hanya membantu soal cucian saja.
Pengembangan itu juga memungkinkan peneliti untuk memahami masalah inti kecerdasan buatan secara umum.
Jika mereka dapat memahami robot pelipat pakaian, mereka dapat menerapkan pelajaran itu pada hal lain yang lebih penting. Misalnya, tanggap darurat, pemulihan bencana, atau pengasuhan.
Tak Secerdas Manusia
Ini karena mengembangkan asisten otonom untuk membantu tugas-tugas domestik sebenarnya lebih rumit daripada kelihatannya.
Pekerjaan rumah tangga yang relatif mudah bagi manusia ternyata sulit dipahami dan dilaksanakan oleh sistem otonom.
Ini adalah paradoks, kata Mariana Pestana, co-kurator pameran Masa Depan Dimulai di Sini di London Victoria & Albert Museum, tempat robot ini ditampilkan.
"Robot keluar dari hasil pembelajaran mendalam dari salah satu universitas unggulan untuk pengembangan AI - tetapi membutuhkan waktu 15 menit untuk melakukan sesuatu yang secara tidak sadar kita lakukan dalam hitungan detik," ujar Pestana.
Kondisi Rumah
Padahal, rumah tangga rata-rata punya kondisi yang terus menerus berubah.
Contohnya saja keberadaan anak-anak yang belum tentu memahami kerja robot dan bisa memberi tugas baru yang sewenang-wenang setiap hari (bayangkan seperti permintaan untuk Siri-nya Apple).
"Seorang asisten otonom yang akan bekerja dengan baik dalam situasi rumah tangga harus serbaguna, mudah beradaptasi terhadap perubahan lingkungan, dan mudah diajak kerja sama," kata Siddharth Srivastava, ilmuwan staf di Berkeley yang membantu pengembangan robot.
Salah satu tantangan yang dihadapi Srivastava dan timnya adalah membuat robot memahami tugas tingkat tinggi yang diinginkan majikan manusianya.
"Semua yang pernah bekerja di dalam tim pasti mengerti bahwa seorang asisten tidak terlalu membantu kalau mereka butuh instruksi untuk setiap aspek masalah," kata Srivastava.
Lebih Banyak Informasi
Robot, tentu saja, tidak punya pengetahuan 'bawaan'.
Ketika kita meminta pada robot untuk "membereskan cucian", robot butuh lebih banyak informasi.
Mulai dari bagaimana menggerakkan masing-masing sendi ketika melakukan setiap gerakan, dan bagaimana menggunakan kamera dan sensor.
Kesulitan-kesulitan ini semakin diperparah jika kita ingin robot yang bisa melakukan lebih dari sekadar cucian.
Lagipula, robot yang hanya bisa mengerjakan satu tugas hanya bisa memberikan bantuan yang sangat terbatas di tengah lautan tugas domestik.
Jadi, robot yang benar-benar berguna harus menerima dan melakukan berbagai tugas yang diberikan majikannya.
Artinya, tidak mungkin memprogram robot untuk setiap kemungkinan tugas di setiap rumah tangga.
"Sebaliknya, kita perlu mengembangkan algoritma untuk perencanaan hirarkis, persepsi dan penalaran yang akan memungkinkan robot untuk menghitung apa yang perlu dilakukan untuk menyelesaikan tugas," kara Srivastava.
Masalah ini masih jauh dari terpecahkan karena hal itu adalah area penelitian aktif. Untuk itu, banyak tim yang mengembangkan dan menguji kemungkinan-kemungkinan solusi.
Robot = Hal Biasa
Lalu bagaimana robot menjadi hal biasa bagi kehidupan manusia?
Bagi Srivastava, perubahan akan berlangsung bertahap, selaras dengan perkembangan aplikasi AI dan robot otonom lainnya, seperti mobil yang bisa menyetir sendiri.
Robot penyedot debu sudah ada, juga asisten digital seperti Alexa (yang, secara teori, dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan dasar—meskipun pengalaman menunjukkan bahwa mereka mudah dibuat bingung).
Tetapi kerumitan perhitungan penalaran dan perencanaan makin lama akan makin tinggi, termasuk beberapa masalah tambahan yang masih belum dianggap penting oleh aplikasi yang sudah ada.
Robot pembantu harus mudah digunakan dan dapat disesuaikan dengan tingkat keterampilan orang yang mereka bantu, yang kemungkinan besar tidak punya gelar dalam kecerdasan buatan dan robotik.
Robot juga perlu menjalankan tugas yang mungkin tidak direncanakan oleh perancang sistem.
"Berbeda dengan cara kerja robot industri dan robot mobil, rumah tangga jauh lebih tidak terstruktur dan sulit diprediksi," kata Srivastava.
"Untuk mewujudkan potensi manfaat sosial yang luas dari sistem pembantu dengan kecerdasan buatan, kita perlu mengembangkan prinsip-prinsip baru untuk merancang mereka dengan cara yang membuat mereka bisa lebih mudah diajak bekerja, mudah dipahami dan dipelihara," imbuhnya.
Setelah dikembangkan, ada banyak kemungkinan untuk aplikasi lain.
Robot bisa membantu perawatan luka, manajemen obat atau menyiapkan makanan untuk diet khusus.
Di luar itu semua, masih banyak masalah yang perlu diselesaikan sebelum ini menjadi kenyataan.
Tetapi mungkin ada suatu hari ketika kita menengok ke belakang kepada robot pelipat cucian sebagai awal dari akhir pekerjaan rumah tangga manusia.
https://sains.kompas.com/read/2018/08/15/080000423/mungkinkah-lahirnya-robot-akhiri-pekerjaan-rumah-tangga-manusia-