Di hari ke-17 kematian anaknya, Tahlequah alias induk orca yang dijuluki J35 akhirnya menyerah dan merelakan anaknya.
Sabtu kemarin (11/8/2018), untuk pertama kalinya dalam dua setengah minggu, induk orca terlihat berenang mengejar sekumpulan ikan salmon di lepas pantai British Columbia, tanpa bangkai bayinya.
Terlihatnya induk orca yang berenang seorang diri, menandakan ia telah merelakan anaknya. Setidaknya ia telah mengarungi lautan sejauh 1.600 kilometer bersama bangkai bayinya.
"Kisah memilukan sudah berakhir dan kini ia sudah kembali lincah," jelas para ilmuwan dari Pusat Penelitian Paus yang memantau dan mempelajari populasi orca yang terancam punah di Pasifik Barat Laut, dilansir Science Alert, Senin (13/8/2018).
"Hari ini saya melihat J35 berenang bersama paus pod lainnya. Ia nampak bersemangat dan sehat. Akhirnya penderitaan dan duka membawa bangkai anaknya selama 17 hari dan berenang lebih dari 1.000 mil telah berakhir," kata direktur pendiri Pusat Penelitian Paus, Ken Balcomb, kepada The Seattle Times.
Para peneliti yakin, bangkai bayi orca J35 sudah tenggelam jauh ke dalam perairan Laut Salish. Itu artinya, para ahli juga tidak dapat memastikan apakah masih memiliki kesempatan untuk menyelidiki mengapa bayi malang itu mati setelah lahir.
Seperti diberitakan sebelumnya, induk orca J35 hanya bisa menikmati kebersamaan dengan bayinya selama setengah jam setelah ia lahir dan tiba-tiba mati.
Hingga saat ini belum jelas diketahui penyebab kematian bayi orca malang itu.
Namun, fenomena memilukan yang dialami induk orca J35 selama berminggu-minggu dan telah menempuh jarak ribuan mil adalah sesuatu yang langka.
"Jika Anda adalah paus atau lumba-lumba, Anda akan menyelam ke bawah dan berenang sambil membawa bangkai bayi sambil menahan napas selama yang Anda bisa. Hanya sesekali Anda akan naik ke permukaan untuk mengambil napas," kata ahli biologi paus orca Deborah Giles dari Universitas Washington kepada The Washington Post.
"Sudah jelas apa yang terjadi. Fenomena ini menggambarkan orangtua yang berduka karena kematian anaknya, ia belum siap untuk merelakannya," imbuhnya.
Beruntungnya, Pusat Penelitian Paus mengungkap paus orca J35 dalam kondisi fisik yang baik dan tidak ditemukan adanya deformasi tengkorak karena terus mendorong bangkai bayi dan tidak mengonsumsi cukup makanan.
Kematian bayi orca J35 mungkin hanyalah satu dari sekian kasus kematian bayi orca setelah lahir.
Studi yang pernah dipublikasikan di jurnal PLOS One menemukan, dalam dua dekade terakhir sekitar 75 persen kehamilan orca mengalami keguguran. Sepertiganya gagal di akhir periode kehamilan atau mati sesaat setelah melahirkan.
Peneliti menghubungkan kehamilan yang gagal terutama karena rendahnya ketersediaan salmon Chinook (Oncorhynchus tshawytschai), makanan utama orca.
Berkurangnya populasi salmon Chinook disebabkan oleh hilangnya habitat, penangkapan ikan komersial, rekreasi, keteledoran manusia terhadap alam, dan perubahan iklim.
Saat ini para ahli tengah melakukan upaya untuk bisa melindungi populasi salmon Chinook dan orca, meski belum dipastikan seberapa efektif perlindungan tersebut.
https://sains.kompas.com/read/2018/08/13/190100023/setelah-17-hari-berduka-induk-orca-akhirnya-merelakan-bayinya-mati