KOMPAS.com - Wedang jahe merupakan salah satu minuman khas Indonesia yang cukup mudah ditemui. Jahe sendiri telah diketahui punya segudang manfaat kesehatan.
Namun, siapa sangka, salah satu manfaat yang bisa kita dapatkan adalah penghilang bau mulut.
Sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam Journal of Agricultural and Food Chemistry mengungkapkan, ada sebuah senyawa dalam jahe yang bisa menghilangkan bau mulut.
Senyawa yang Berperan
Senyawa tersebut dikenal sebagai 6-gingerol. Ia merangsang enzim dari air liur yang bisa memecah senyawa berbau busuk.
Hal inilah yang membuat napas Anda menjadi lebih baik.
Temuan ini didapatkan oleh para ilmuwan dari Technical University of Munich (TUM) dan Leibniz-Institute for Food Systems Biology.
Mulanya, mereka bermaksud menganalisi efek dari komponen makanan tertentu pada molekul yang larut dalam air liur.
Mereka menemukan banyak komponen, seperti 6-gingerol, berkontribusi langsung pada rasa makanan dan minuman. Namun, mereka juga secara tidak langsung mempengaruhi indra perasa melalui mekanisme biokimia lainnya yang masih belum diketahui.
Profesor Thomas Hofmann, ketua penelitian ini lalu menyelidiki fenomena tersebut secara lebih rinci.
Dalam percobaan, para ilmuwan menerapkan 6-gingerol ke air lir peserta manusia.
Hasilnya, substansi ini membuat tingkat enzim sulfhidril oksidase dalam air liur meningkat 16 kali lipat dalam beberapa detik.
Enzim ini memecah senyawa berbau busuk yang mengandung belerang. Dengan cara ini, ia mampu mengurangi kesan rasa (aftertaste) yang tahan lama dari banyak makanan seperti kopi.
"Akibatnya, napas kita juga berbau lebih baik," jelas Prof Hofman dikutip dari Phys.org, Selasa (31/07/2018).
Menurut para peneliti, temuan ini bisa mengarah pada pengembangan produk kebersihan mulut.
Temuan Lain
Selain senyawa dalam jahe, para peneliti juga menemukan bahwa asam sitrat mempengaruhi persepsi kita tentang rasa melalui mekanisme yang berbeda
Mereka menemukan, kadar ion natrium dalam air liur naik 11 kali ketika terpapar asam sitrat. Hal ini membuat peserta kurang sensitif terhadap garam meja.
"Garam meja tidak lain adalah natrium klorida, dan ion natrium memainkan peran kunci dalam rasa garam," kata Hofmann dikutip dari Newsweek, Rabu (01/08/2018).
"Jika air liur sudah mengandung konsentrasi ion natrium yang lebih tinggi, sampel yang dicicipi pasti memiliki kandungan garam yang lebih tinggi secara signifikan agar terasa asin," sambungnya.
Hofmann menyebut, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami interaksi kompleks antara molekul dalam makanan yang menciptakan rasa, proses biokimia yang terjadi dalam air liur dan indera perasa kita.
Menggunakan pendekatan sistem biologi, Hofmann bertujuan untuk mengembangkan dasar ilmiah baru untuk produksi makanan dengan komponen dan profil fungsional yang memenuhi kebutuhan kesehatan dan indrawi konsumen.
Untuk tujuan ini, dia dan tim menggabungkan metode penelitian biomolekuler dengan teknologi analitik kinerja tinggi dan metode bioinformatika.
https://sains.kompas.com/read/2018/08/02/183400023/bau-mulut-makanan-ini-mungkin-membantu