Dari selatan terdapat zona subduksi lempeng Indo-Australia yang menunjam ke bawah Pulau Lombok, sedangkan dari utara terdapat struktur geologi Sesar Naik Flores (Flores Back Arc Thrusting).
"Sesar naik ini jalurnya memanjang dari laut Bali ke timur hingga Laut Flores. Sehingga tidak heran jika Lombok memang rawan gempa karena jalur Sesar naik Flores ini sangat dekat dengan Pulau Lombok," ujar Daryono Kepala Bidang Informasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG melalui siaran resminya.
Ia melanjutkan, jika kita memerhatikan peta aktivitas kegempaan atau seismisitas Pulau Lombok, tampak seluruh Pulau Lombok memiliki banyak sebaran titik episenter. Ini artinya, ada banyak aktivitas gempa di wilayah tersebut.
Meskipun kedalaman hiposenternya dan magnitudonya bervariasi, namun tampak jelas wilayah lombok adalah wilayah aktif gempa yang bersumber dari subduksi lempeng, Sesar Naik Flores dan sesar lokal di Pulau Lombok dan sekitarnya.
Dari sebaran seismitas ini pun cukup menjadi dasar untuk mengatakan bahwa Lombok memang rawan gempa.
Catatan sejarah menunjukkan bahwa Pulau Lombok sudah sering terjadi gempa merusak, yaitu:
(1) Gempa dan tsunami Labuantereng, Lombok 25 Juli 1856,
(2) Gempa Lombok 10 April 1978 M=6,7 (banyak rumah rusak)
(3) Gempa Lombok 21 Mei 1979 M=5,7 (banyak rumah rusak)
(4) Gempa Lombok 20 Oktober 1979 M=6,0 (banyak rumah rusak)
(5) Gempa Lombok 30 Mei 1979 M= 6,1 (banyak rumah rusak dan 37 orang meninggal)
(6) Gempa Lombok 1 Januari 2000 M= 6,1 (2.000 rumah rusak)
(7) Gempa Lombok 22 Juni 2013 M=5,4 (banyak rumah rusak)
Gambaran catatan sejarah gempa tersebut kiranya cukup untuk menilai bahwa Lombok memang rawan gempa.
Terkait gempa susulan, Daryono memastikan gempa susulan yang terjadi kekuatannya tidak akan sebesar gempa utamanya.
"Frekuensi gempa susulan lombok makin jarang dan kekuatannya semakin mengecil. Dari trend gempa susulan, mengindikasikan sangat kecil kemungkinan akan terjadi gempa yang kekuatannya lebih besar dari gempa utamanya," tegas Daryono dihubungi Kompas.com, Senin (30/7/2018).
Kondisi alam semacam ini merupakan sesuatu yang harus diterima, sehingga mau tidak mau, suka tidak suka, semua itu adalah konsekuensi yang harus dihadapi sebagai penduduk yang tinggal dan menumpang di batas pertemuan lempeng tektonik.
"Jalan keluarnya, kita harus terus meningkatkan kapasitas dalam memahami ilmu gempa bumi, cara selamat menghadapi gempa dan bagaimana memitigasi gempa bumi, agar kita selamat dan dapat hidup harmoni dengan alam," ujarnya.
https://sains.kompas.com/read/2018/07/30/180100423/bmkg-lombok-memang-rawan-gempa