KOMPAS.com - Bukan rahasia lagi jika pemanasan global mempengaruhi banyak makhluk hidup di Bumi. Salah satunya adalah laba-laba serigala kutub.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Amanda Koltz, ahli ekologi Arktik di Washington University, peningkatan suhu mengubah kebiasaan makan hewan yang tinggal di Arktik ini.
Perubahan kebiasaan makan laba-laba tersebut memiliki efek berkelanjutan terhadap keseluruhan ekosistem di Arktik.
Laba-laba Makin Besar
Untuk diketahui, perubahan iklim membuat Arktik semakin panas dua kali lebih cepat dibanding bagian Bumi lainnya.
Para ilmuwan telah lama mengetahui bahwa perubahan iklim juga berdampak pada populasi laba-laba.
Sebuah penelitian pada 2009 menunjukkan bahwa Arktik yang lebih hangat membuat laba-laba serigala menjadi lebih besar. Ini juga membuat serangga ini bisa menghasilkan lebih banyak keturunan.
Sebagai predator, laba-laba serigala akan memakan hampir semua serangga dan laba-laba yang lebih kecil dari mereka. Bahkan, jika populasi mereka terlalu padat, mereka akan saling memakan.
Meski begitu, makanan favorit spesies ini adalah arthropoda pemakan jamur yang disebut springtail.
Maka bisa dibayangkan apa yang akan terjadi ketika jumlah laba-laba serigala makin besar dan banyak, bukan?
Tak Sesuai Perkiraan
Mulanya, Koltz berpikir bahwa ketika laba-laba serigala menjadi besar dan banyak, populasi springtail akan menurun.
"Saya benar-benar merasa bahwa ada elemen hewan yang berpotensi hilang dari cerita ini," ungkap Koltz dikutip dari National Geographic, Senin (23/07/2018).
Namun hal itu tidak terbukti. Setelah melakukan pemantauan dua musim panas terhadap beberapa ekosistem eksperimental di Arktik Alaska, Koltz menemukan hal sebaliknya.
Dalam ekosistem yang memiliki lebih banyak laba-laba serigala, spesies ini justru mengonsumsi lebih sedikit springtail.
Populasi springtail yang lebih besar ini kemudian makan lebih banyak jamur dan bakteri yang terkait pada dekomposisi atau pembusukan tanah.
Sebagai informasi, ketika suhu di Arktik menghangat, lapisan permafrost (lapisan es yang tetap membeku di bawah tanah kutub) akan mulai mencair.
Jika hal itu terjadi maka jamur dan bakteri bisa membusukkan tanah tersebut. Dekomposisi ini melepaskan gas rumah kaca seperti karbon dioksida dan Metana.
Artinya, hal ini akan makin mempercepat perubahan iklim.
Sebaliknya, dalam ekosistem buatan yang hampir tidak ada laba-laba serigala, dekomposisi justru banyak terjadi.
Dengan kata lain, laba-laba serigala membantu melawan perubahan iklim di tundra Arktik.
Memperlambat Perubahan Iklim
Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal PNAS ini menuai banyak pujian dari para ahli. Di antaranya adalah Joseph Bowden, seorang entolog dari Dinas Kehutanan Kanada.
"Hal baru di makalah Dr Koltz menunjukkan bahwa perubahan iklim tidak hanya berdampak langsung pada hewan-hewan darat yang penting tapi juga pada interaksi ekologi dalam kompleks antara spesies di tundra," ungkap Bowden.
Sayangnya, masih belum jelas apa yang membuat laba-laba serigala kehilangan nafsu makannya saat populasi mereka banyak.
Para ahli berspekulasi, dengan populasi yang lebih tinggi maka laba-laba bergeser dari memakan springtail menjadi bersaing dan memakan satu sama lain.
Hipotesis lainnya mengungkapkan kemungkinan suhu yang lebih tinggi membuat hewan berkaki delapan itu menemukan sumber makanan yang berbeda.
Menyadari kekurangan penelitiannya ini, Koltz mengatakan, langkah berikutnya adalah melakukan studi lanjutan untuk mengidentifikasi dengan tepat bagaimana selera makan laba-laba serigala berubah.
"Kita cenderung melupakan hewan-hewan kecil karena mereka tidak terlihat seperti mamalia yang lebih besar," kata Koltz.
"Tapi saya pikir itu penting untuk berpikir bagaimana hewan-hewan mungil ini memiliki dampak penting pada ekosistem juga," pungkasnya.
https://sains.kompas.com/read/2018/07/24/170000423/perubahan-iklim-bikin-laba-laba-ini-tumbuh-2-kali-lebih-besar