Saat ini, 20 tikus itu masih dalam perjalanan ke luar angkasa dengan menggunakan pesawat luar angkasa SpaceX Dragon. Diluncurkan pada Jumat (29/6/2018) pagi waktu Florida, tikus-tikus itu diperkirakan tiba besok (2/7/2018).
Bagi ilmuwan NASA, tikus-tikus itu akan membantu mereka mendapat informasi bagaimana bila penghuni Bumi tinggal di antariksa untuk waktu yang lama. Salah satunya dengan mengamati siklus tidur sebagai petunjuk stres di luar angkasa.
Penelitian ini dipimpin oleh ahli neurobiologi Fred Turek dan Martha Vitaterna dari Northwestern University.
Rencananya, 10 ekor tikus akan tinggal di antariksa selama tiga bulan dan 10 ekor lainnya hanya tinggal sebulan di ISS. Selama di antariksa, tikus-tikus ini akan diberi makan, tidur, dan membuang kotorannya.
"90 hari mungkin bukan waktu yang lama untuk kita. Tapi buat tikus, ini sangat lama," kata Vitaterna kepada Business Insider via Science Alert, Sabtu (30/6/2018).
Ia menjelaskan, tikus dapat menanggapi situasi baru saat tinggal di antariksa jauh lebih cepat dibanding manusia.
Vitaterna mengatakan, timnya juga memiliki 20 kembaran tikus yang dirawat di dalam simulator NASA di Bumi.
"Sebenarnya tikus-tikus ini tidak benar-benar kembar. Jadi kami memiliki kumpulan tikus, sekelompok tikus sedang meluncur ke ruang angkasa dan kelompok lain tinggal di bumi," terang Vitaterna.
Kelompok tikus yang tinggal di simulator NASA nantinya akan digunakan untuk perbandingan dalam mengamati perubahan fisiologi dan perilaku tikus.
Mereka juga akan diperlakukan sama seperti tikus yang dikirim ke luar angkasa, yakni makan, tidur, dan membuang kotoran.
Secara khusus, ahli ingin mendalami bagaimana mikrobiome tikus dipengaruhi oleh perjalanan ruang angkasa dan tinggal di stasiun ISS.
Setiap dua minggu sekali, astronot di ISS dan ilmuwan di Bumi akan mengambil sampel kotoran dari semua tikus dan membandingkannya.
Para ilmuwan akan mengamati perubahan tubuh tikus yang tinggal di antariksa dengan perangkat pengukuran massa khusus yang tidak akan terpengaruh dengan gravitasi.
Mereka juga akan merekam siklus tidur tikus dan melacak perubahannya.
Selain mengamati pola tidur tikus, para ahli juga akan mengamati kepadatan tulang tikus. Sebab seringkali tulang dan otot manusia, mungkin juga tikus, akan jauh lebih lemah selama tinggal di ruang angkasa.
Harapan untuk teka-teki yang belum terpecahkan
Berbicara tentang melakukan perbandingan makhluk kembar di antariksa dan bumi, sebenarnya ini bukan pertama kalinya.
Sebelumnya, astronot Scott Kelly yang pernah tinggal selama setahun di antariksa mengamati perubahan yang terjadi di dalam tubuhnya dan membandingkannya dengan saudara kembarnya, Mark, yang lebih dulu kembali ke Bumi.
Menurut Scott, ada perubahan dalam bakteri usus dan tujuh persen gen Scott tidak kembali normal setelah kembali ke bumi. Sayang, hingga saat ini belum diketahui alasan pastinya.
Berkaca dari peristiwa tersebut, Vitaterna yakin riset tikusnya di antariksa dapat membantu menjawab teka-teki tersebut. Ia menganggap, misi tikus ke luar angkasa jauh lebih unggul.
"Saya rasa studi tikus secara statistik akan lebih baik dan bisa menjawab pertanyaan yang belum terjawab dari study Kelly bersaudara," katanya.
Ahli berharap ada informasi baru tentang bagaimana antariksa mengubah bakteri usus, sehingga nantinya hal ini dapat digunakan untuk perawatan masa depan bagi para astronot dan manusia di Bumi.
"Jika kita memahami, 'oh, intervensi ini dapat membantu melindungi mikrobioma dan membantu melindungi sistem kekebalan dan metabolisme'. Ini adalah informasi penting yang sangat berguna, tidak hanya bagi astronot yang menjalankan tugas di antariksa, tapi kita semua," tegasnya.
https://sains.kompas.com/read/2018/07/01/132611823/ini-alasan-nasa-kirim-20-tikus-ke-ruang-angkasa