KOMPAS.com - Kematian merupakan salah satu misteri terbesar dunia. Tidak ada orang yang benar-benar bisa memprediksi kematian seseorang, dokter sekalipun.
Namun, baru-baru ini, dalam sebuah makalah terbaru yang diterbitkan dalam jurnal Nature menyebut bahwa kecerdasan buatan atau artificial intelegent (AI) ciptaan Google bisa memprediksi kapan seseorang akan meninggal dunia.
Hal ini bisa dilakukan oleh kecerdasan buatan tersebut dengan memasukkan data caytatan kesehatan elektronik milik seseorang.
Selanjutnya, dengan model pembelajaran yang mendalam didapatkan hasil prediksi yang secara substansial berakurasi tinggi.
Bukan Menakuti
Dirangkum dari Futurism, Senin (18/06/2018), dalam uji coba penelitian ini, para peneliti menggunakan data 216.000 pasien dewasa dari dua rumah sakit di AS.
Hasilnya, para peneliti bisa menunjukkan bahwa algoritma ini bisa memprediksi kapan pasien harus dirawat di rumah sakit hingga waktu kematiannya.
"Kami tertarik untuk memahami apakah pembelajaran yang mendalam dapat menghasilkan prediksi yang valid di berbagai macam masalah dan hasil klinis," tulis para peneliti dalam laporan mereka dikutip dari Fox News, Rabu (20/06/2018).
"Oleh karena itu, kami memilih hasil dari domain yang berbeda, termasuk hasil klinis yang penting (kematian), ukuran standar kualitas perawatan (readmissions), ukuran pemanfaatan sumber daya (lama tinggal), dan ukuran pemahaman masalah pasien (diagnosa)," imbuh mereka.
Meski bisa digunakan untuk memprediksi kematian seseorang, kecerdasan buatan ini bukan untuk menakut-nakuti.
Sebaliknya, teknologi tersebut akan digunakan oleh para ahli untuk memprioritaskan perawatan pasien, menyesuaikan rencana perawatan, hingga menangkap keadaan darurat medis yang terjadi.
Akurasi Tinggi
Dalam prediksinya, kecerdasan buatan milik Google ini punya akurasi yang tinggi.
Angka akurasi prediksi kematian pasien pada rumah sakit pertama menunjukkan angka hingga 95 persen. Sedangkan pada rumah sakit kedua menunjukkan akurasi 93 persen.
"Ini secara signifikan lebih akurat daripada model prediksi tradisional," tulis para peneliti dalam laporannya dikutip dari The Independent, Rabu (20/06/2018).
"Model ini mengungguli model prediktif tradisional yang digunakan secara klinis dalam semua kasus. Kami percaya bahwa pendekatan ini dapat digunakan untuk membuat prediksi yang akurat dan scalable untuk berbagai skenario klinis," sambung mereka.
Dalam salah satu studi kasus, algoritma Medical Brain ini memberi seorang wanita penderita kanker payudara metastasis 19,9 persen kemungkinan meninggal di rumah sakit dengan menggetarkan 175.639 poin data dari catatan medisnya.
Ini berbeda jauh dengan prediksi tradisional yang dilakukan. Angka Peringatan Dini rumah sakit hanya menunjukkan 9,3 persen peluang untuk meninggal dunia.
Sayangnya, kecerdasan buatan itu benar. Dalam dua minggu, pasien tersebut sudah meninggal.
Kontroversi
Menggabungkan teknologi semacam ini dengan bidang kesehatan bukanlah hal yang mudah. Ada banyak ketakutan dan dukungan terkait dengan hal ini.
American Medical Association mengakui dalam sebuah pernyataan bahwa menggabungkan AI dengan dokter manusia dapat membawa manfaat yang signifikan.
Meski begitu, asosiasi medis tersebut menyatakan bahwa alat-alat AI harus "berusaha untuk memenuhi beberapa kriteria utama, termasuk transparan, berbasis standar, dan bebas dari bias."
Pendapat senada juga diungkapkan oleh Dr Mikhail Varshavski, dokter perawatan keluarga. Menurutnya, menghubungkan sejumlah besar informasi kesehatan dapat bermanfaat bagi pasien, tapi kuncinya adalah privasi data.
"Hal yang mengkhawatirkan bagi saya adalah apa yang terjadi dengan data ini dan siapa yang memiliki data ini?" Katanya.
"Saya berharap, sebagai dokter, bahwa perusahaan-perusahaan ini menggunakan data untuk menguntungkan pasien, bukan perusahaan itu sendiri," tambahnya.
Selain itu, Varshavski juga mengingatkan perlunya pengawasan terhadap teknologi ini.
https://sains.kompas.com/read/2018/06/26/210500623/akurat-95-persen-ai-google-bisa-prediksi-kapan-seseorang-meninggal