KOMPAS.com - Kabar duka kembali menghampiri dari dunia primata. Kabar duka tersebut berasal dari Koko, seekor gorila dataran rendah barat yang dikenal punya kemampuan berbahasa isyarat.
Kabar duka ini hanya selang beberapa beberapa hari setelah Puan, orangutan Sumatera tertua di dunia mati.
Koko dikabarkan mati dalam tidurnya pada Selasa (19/06/2018) pagi di usianya yang ke-46 tahun.
Koko mulai dikenal luas setelah muncul dalam sampul National Geographic dua kali. Pada kesempatan pertama, ia sedang melakukan selfie cermin pada Oktober 1978.
Di kesempatan kedua, Januari 1985, ia tak muncul sendiri melainkan bersama kucing peliharaannya yang bernama All Ball.
Gorila ini kembali mendapat perhatian setelah sebuah rekaman dirinya menggunakan bahasa isyarat diputar dalam ajang COP 21 pada Desember 2015.
Dalam pesan tersebut, gorila besar ini berpesan agar manusia segera membenahi bumi.
Koko lahir di San Fransisco pada 4 Juli 1971. Nama sebenarnya dari gorila ini adalah "Hanbi-ko" bahasa jepang yang berarti anak kembang api.
Ia kemudian mendapat perawatan dari psikolog hewan Francine "Penny" Patterson pada 1972.
Dari pelatihnya inilah, Koko belajar menggunakan dan memahami bahasa isyarat-bahasa Inggris.
Tak hanya terkenal dengan kemampuan bahasa isyaratnya, Koko juga dikenal sebagai penyayang binatang peliharaan.
Pada sebuah perayaan natal, primata ini meminta anak kucing. Mulanya, para pelatihnya hanya memberi boneka kucing.
Namun, tak puas dengan itu, para ilmuwan membiarkan ia memelihara kucing asli. Uniknya, Koko menamai anak kucing tersebut sendiri.
"Kucing itu berjenis Manx dan tampak seperti sebuah bola. Koko suka sajak kata-kata dalam bahasa isyarat," ungkap Ronald Cohn, salah satu ahli biologi yang menangani Koko dikutip dari Newsweek, Kamis (21/06/2018).
Para peneliti menyebut, Koko merawat All Ball seperti bayinya sendiri. Ia bermain dengan All Ball sekitar satu jam dalam sehari di kelas bahasa isyarat.
Ketika All Ball tewas akibat terlinds mobil, Koko bersedih selama berhari-hari.
Cohn dan Patterson memulai The Gorilla Foundation pada 1986. Yayasan ini dibuat untuk mengamati lebih jauh tentang gorila, salah satunya Koko.
Kdua ahli ini banyak mendapat kritik tentang pekerjaannya terhadap Koko. Beberapa kritik yang dilontarkan bahwa hewan hanya menyalin apa yang dilakukan manusia dan tidak benar-benar memahami bahasa.
Meski mendapat banyak kritikan, yayasan ini terus mempertahankan Koko. Dari berbagai penelitian yang dihasilkan yayasan, mereka mampu memahami kemampuan emosional dan kognitif gorila.
"Koko menyentuh kehidupan jutaan orang sebagai duta semua gorila dan ikon komunikasi antar-spesies dan empati," tulis yayasan tersebut dalam obituari untuk Koko.
"Dia dicintai dan akan sangat dirindukan," sambung tulisan tersebut.
https://sains.kompas.com/read/2018/06/21/193200523/koko-gorila-yang-pandai-bahasa-isyarat-itu-mati