Pada dasarnya, mitos yang selama ini berkembang tentang kalajengking tidak beralasan. Citra negatif kalajengking terlanjur menutup informasi tentang hewan ini.
Sebuah penelitian yang dilakukan Martin Handjaba dari Stasiun Riset Gurun Gobabeb, Namibia tentang kalajengking di gurun Namibia, Afrika mengungkap fakta yang tidak banyak diketahui orang selama ini.
Menurutnya, manusia justru harus menghormati kalajengking bukan takut dan membunuhnya.
Untuk meneliti kalajengking berukuran kecil, Martin menggunakan pinset. Sementara saat meneliti kalajengking berukuran besar, ia harus menggunakan sarung tangan khusus untuk tetap aman bila kalajengking menyemburkan racun dan mengenai mata.
Beberapa peneliti yang pernah tersengat kalajengking mengaku sengatannya sangat menyakitkan. Meski begitu, sebenarnya sengatan kalajengking tidak pernah mematikan.
Ini karena kalajengking menyengat tanpa menyuntikkan racun.
Menurut Martin, semburan racun adalah senjata terakhir kalajengking bila merasa sangat terancam bahaya dan agar bisa melarikan diri. "Tergantung pada kepribadian kalajengking, apakah ia menginjeksikan racun," kata Martin.
Mengenal kalajengking dan kepribadiannya
Seperti makhluk hidup lain, Martin menyebut sifat kalajengking satu dan lainnya tidak sama. Ada kalajengking yang tenang, agresif, dan sangat agresif.
Menurutnya, kalajengking muda adalah makhluk yang lebih mungkin memberikan sengatan beracun.
"Dari bentuk tubuh kalajengking bisa dilihat mana yang beracun dan mana yang tidak," papar Martin.
Untuk mengetahuinya, kita harus melihat Pedipalpus atau lengan kalajengking.
"Jika Pedipalpus lebih besar daripada ekor, berarti kalajengking tidak punya racun kuat, sehingga harus menggunakan lengan untuk menyerang mangsa. Jika ekornya yang lebih besar, ia tidak perlu lengan kuat untuk menyerang," terangnya.
Menurut Martin, habitat terbesar kalajengking adalah gurun. Namun, para ahli belum mengetahui pasti mengapa kawasan kering kerontang ini yang lebih dipilih kalajengking.
Meski demikian, Martin mencatat kalajengking memiliki kemampuan untuk menggunakan energi secara efisien. Misalnya spesies Parabuthus villosus yang mampu bertahan hidup tanpa makan apa pun sampai setahun.
Selain itu, kalajengking sebenarnya memiliki rambut yang menutupi seluruh tubuhnya namun sulit dilihat mata telanjang.
Sejumlah penelitian menyebut rambut kalajengking berwarna perak sehingga dapat merefleksikan cahaya matahari. Sebagian lagi berwarna putih dan merefleksikan radiasi ultraungu.
Inilah alasan kaljengking dapat bercahaya di bawah pancaran cahaya ultraungu.
Selain itu sebuah substansi di dalam eksoskeletonnya bereaksi terhadap ultraungu dan membuat mereka bersinar. Di bawah cahaya normal mereka coklat atau hitam. Semakin gelap warna kalajengking, semakin terang cahayanya di bawah pancaran ultraungu.
Fungsi kalajengking dalam ruang hidupnya
Di kawasan gurun, kalajengking adalah "perampok" paling ulung, terutama di musim kering.
Merekalah yang menjaga jumlah serangga, dengan memangsanya, sehingga tidak menyebar luas tanpa terkendali.
Martin mengungkap, ekosistem di gurun sangat rentan gangguan. "Jika sejenis hewan jumlahnya terlalu banyak, sistem tidak berfungsi, dan semuanya mati," jelasnya.
Kalajengking biasanya hidup di dalam lorong-lorong di bawah tanah. Juga di bawah bebatuan, dan ada juga yang hidup di pohon.
Martin sempat menemukan sebuah pohon di gurun Namib ditinggali 30 sampai 80 ekor kalajengking.
Di siang hari, mereka bernaung di bawah kulit pohon, di mana lebih sejuk. Di malam hari mereka keluar untuk mencari mangsa dan bertemu hewan lainnya.
Bagaimana jika orang menemukan kalajengking di dalam rumah?
Merasa takut terhadap kalajengking memang normal, tetapi itu bukan alasan untuk memembantai hewan tersebut.
"Orang hanya perlu mengarahkan kalajengking untuk keluar dari rumah, hewan itu akan bergerak sendiri. Manusia seharusnya menanggapi kalajengking dengan rasa hormat," ungkap Martin.
https://sains.kompas.com/read/2018/06/17/122700523/kalajengking--sengatan-setajam-pisau-belum-tentu-beracun